Sholat Subuh memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia adalah sholat fardhu yang dilaksanakan di waktu fajar, saat pergantian dari gelapnya malam menuju terangnya siang. Waktu ini penuh dengan keberkahan, di mana Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan para malaikat menyaksikan amalan hamba-Nya. Salah satu amalan yang identik dengan Sholat Subuh, terutama bagi sebagian besar umat Muslim di Indonesia yang mengikuti mazhab Syafi'i, adalah membaca doa qunut. Doa ini merupakan untaian permohonan yang sarat makna, mencakup permintaan akan petunjuk, kesehatan, perlindungan, dan keberkahan.
Membaca doa qunut bukan sekadar rutinitas tanpa makna. Di dalamnya terkandung esensi penyerahan diri seorang hamba kepada Sang Pencipta. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif segala hal yang berkaitan dengan bacaan qunut sholat subuh, mulai dari teks bacaan lengkap dalam bahasa Arab, transliterasi Latin, terjemahan, hingga pemahaman mendalam atas setiap kalimatnya, serta pandangan hukum dan tata cara pelaksanaannya.
Bacaan Doa Qunut Subuh Lengkap
Berikut adalah bacaan doa qunut yang lazim dibaca pada rakaat kedua Sholat Subuh setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Kami sajikan dalam tiga format untuk kemudahan membaca, menghafal, dan memahami.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
"Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik, wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam."
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah bagiku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menentukan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya."
Makna dan Tafsir Mendalam Setiap Kalimat Doa Qunut
Untuk dapat meresapi doa ini dengan sepenuh hati, penting bagi kita untuk memahami makna yang terkandung dalam setiap penggalan kalimatnya. Doa qunut bukanlah sekadar permintaan biasa, melainkan sebuah pengakuan total atas kelemahan diri dan kekuasaan mutlak Allah SWT.
1. اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ (Allahummahdinii fiiman hadaiit)
Artinya: "Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk."
Ini adalah permohonan pertama dan paling fundamental. Kita memulai doa dengan meminta hidayah atau petunjuk. Hidayah adalah karunia terbesar dari Allah. Tanpa hidayah, seseorang akan tersesat dalam kegelapan dunia. Permintaan ini memiliki makna yang sangat dalam. Kita tidak hanya meminta petunjuk, tetapi meminta untuk digolongkan bersama "orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk". Ini merujuk kepada para nabi, orang-orang shalih, para syuhada, dan kaum beriman terdahulu. Kita memohon agar jalan hidup kita selaras dengan jalan hidup mereka, yaitu jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Ini adalah pengakuan bahwa kita tidak mampu menemukan jalan yang benar sendirian dan sepenuhnya bergantung pada bimbingan ilahi.
2. وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ (Wa 'aafinii fiiman 'aafaiit)
Artinya: "Berilah aku 'afiyah sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri 'afiyah."
Kata 'afiyah sering kali diterjemahkan sebagai kesehatan, namun maknanya jauh lebih luas. 'Afiyah mencakup keselamatan dan kesejahteraan dari segala hal yang buruk, baik di dunia maupun di akhirat. Ini termasuk kesehatan fisik dari penyakit, kesehatan mental dari stres dan kegelisahan, keselamatan dari musibah dan bencana, perlindungan dari fitnah, dan pengampunan dari dosa. Dengan memohon 'afiyah, kita meminta Allah untuk menjaga kita secara holistik, lahir dan batin, serta menjadikan kita bagian dari golongan orang-orang yang senantiasa berada dalam penjagaan-Nya.
3. وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ (Wa tawallanii fiiman tawallaiit)
Artinya: "Pimpinlah (urusilah) aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin (urusi)."
Kalimat ini adalah permohonan untuk mendapatkan wilayah dari Allah. Artinya, kita meminta agar Allah menjadi Wali kita, yaitu Pelindung, Penolong, dan Pengurus segala urusan kita. Ketika Allah menjadi Wali seseorang, maka tidak ada yang dapat mencelakainya. Segala urusannya akan dipermudah, hatinya akan ditenangkan, dan langkahnya akan dibimbing. Permintaan ini adalah bentuk tawakkal (penyerahan diri) tingkat tinggi, di mana kita melepaskan kendali atas hidup kita dan menyerahkannya sepenuhnya ke dalam pengaturan Allah Yang Maha Bijaksana.
4. وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ (Wa baarik lii fiimaa a'thaiit)
Artinya: "Berkahilah bagiku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan."
Setelah meminta petunjuk, keselamatan, dan perlindungan, kita memohon keberkahan. Berkah (barakah) adalah kebaikan ilahi yang menyertai suatu karunia, membuatnya bertambah, bermanfaat, dan langgeng. Harta yang banyak tanpa berkah bisa jadi sumber malapetaka. Ilmu yang luas tanpa berkah bisa jadi sumber kesombongan. Waktu yang lapang tanpa berkah akan terbuang sia-sia. Dengan doa ini, kita memohon agar setiap nikmat yang Allah berikan—baik itu rezeki, ilmu, keluarga, waktu, maupun kesehatan—menjadi sumber kebaikan dan mendekatkan kita kepada-Nya, bukan sebaliknya.
5. وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ (Wa qinii syarra maa qadhaiit)
Artinya: "Peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan."
Ini adalah pengakuan iman terhadap takdir (qadha dan qadar). Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketetapan Allah. Namun, dalam ketetapan itu, bisa jadi ada sesuatu yang terasa buruk bagi kita, seperti sakit, kehilangan, atau kesulitan. Melalui doa ini, kita tidak menolak takdir Allah, melainkan memohon perlindungan dari dampak buruk takdir tersebut. Kita memohon agar Allah memberikan kita kekuatan, kesabaran, dan hikmah untuk menghadapi setiap ujian, serta melindungi kita dari akibat terburuk dari suatu ketetapan.
6. فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ (Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik)
Artinya: "Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menentukan atas-Mu."
Kalimat ini adalah penegasan atas kekuasaan absolut Allah. Allah adalah Sang Penentu segalanya. Keputusan-Nya adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Tidak ada satu makhluk pun yang bisa memaksakan kehendaknya kepada Allah. Pengakuan ini menanamkan rasa rendah diri dan kepasrahan total di hadapan keagungan-Nya. Ini menguatkan keyakinan bahwa hanya kepada-Nya kita memohon, karena hanya Dia yang memiliki kuasa untuk mengabulkan.
7. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ (Wa innahuu laa yadzillu man waalaiit)
Artinya: "Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan (lindungi)."
Ini adalah kelanjutan dari permohonan agar Allah menjadi Wali kita. Siapa pun yang berada di bawah perlindungan dan pertolongan Allah, ia tidak akan pernah mengalami kehinaan sejati. Meskipun mungkin ia terlihat lemah atau miskin di mata manusia, kemuliaan hakikinya terjaga di sisi Allah. Kehinaan sejati adalah ketika seseorang jauh dari Allah, meskipun ia memiliki segalanya di dunia. Kalimat ini memberikan optimisme dan kekuatan bahwa selama kita bersama Allah, kita akan selalu berada dalam kemuliaan.
8. وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ (Wa laa ya'izzu man 'aadaiit)
Artinya: "Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi."
Ini adalah kebalikannya. Seseorang yang menjadi musuh Allah—yaitu mereka yang menentang perintah-Nya dan berbuat kerusakan—tidak akan pernah meraih kemuliaan yang hakiki. Meskipun ia tampak berkuasa, kaya, dan dihormati di dunia, sesungguhnya ia berada dalam kehinaan di hadapan Allah. Kemuliaan duniawinya hanyalah sementara dan palsu. Kalimat ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu berada di jalan yang diridhai Allah dan tidak termasuk dalam golongan yang dimurkai-Nya.
9. تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ (Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit)
Artinya: "Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau."
Setelah serangkaian permohonan dan pengakuan, doa ini beralih kepada pujian dan pengagungan. Tabaarakta berarti Maha Pemberi Berkah, Maha Suci, dan Maha Agung. Ta'aalaita berarti Maha Tinggi dari segala sifat kekurangan dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi kebesaran-Nya. Ini adalah bentuk sanjungan tertinggi kepada Allah, mengakui kesempurnaan-Nya yang tiada tara.
10. فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ (Falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit)
Artinya: "Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan."
Ini adalah puncak dari keridhaan seorang hamba. Setelah memohon perlindungan dari keburukan takdir, kita menutupnya dengan memuji Allah atas segala takdir-Nya, baik yang kita sukai maupun tidak. Ini adalah cerminan dari keyakinan bahwa di balik setiap ketetapan Allah, pasti ada hikmah dan kebaikan yang terkadang tidak kita sadari. Kita bersyukur bukan hanya atas nikmat, tetapi juga atas ujian, karena keduanya datang dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Bijaksana.
11. أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ (Astaghfiruka wa atuubu ilaiik)
Artinya: "Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu."
Sebagai penutup inti dari doa, kita memohon ampunan (istighfar) dan bertaubat. Ini adalah pengakuan bahwa sebagai manusia, kita tidak luput dari kesalahan dan dosa, bahkan dalam ibadah kita sekalipun. Mungkin ada kelalaian dalam sholat kita, atau kekhusyukan yang kurang sempurna. Dengan beristighfar, kita menyempurnakan doa kita dengan kerendahan hati, memohon agar Allah menutupi segala kekurangan kita dan menerima amal ibadah kita.
12. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ... (Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin...)
Artinya: "Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad..."
Doa ditutup dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Bershalawat adalah adab dalam berdoa. Memulai dan mengakhiri doa dengan shalawat dapat menjadi sebab lebih mudahnya doa tersebut diijabah oleh Allah SWT. Ini juga merupakan bentuk cinta dan penghormatan kita kepada Rasulullah SAW yang telah membawa risalah Islam kepada kita.
Hukum Membaca Doa Qunut Saat Sholat Subuh
Mengenai hukum membaca doa qunut pada Sholat Subuh, terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan ulama mazhab. Perbedaan ini bersumber dari pemahaman yang beragam terhadap dalil-dalil hadis yang ada. Penting untuk memahami pandangan ini dengan lapang dada dan saling menghormati.
Pandangan Mazhab Syafi'i dan Maliki
Menurut mazhab Syafi'i dan Maliki, hukum membaca doa qunut pada rakaat kedua Sholat Subuh adalah Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika sengaja ditinggalkan, sholatnya tetap sah, namun dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Jika tidak sengaja terlupa, juga dianjurkan sujud sahwi.
Dalil utama yang mereka gunakan adalah hadis dari Anas bin Malik RA, yang menyatakan bahwa "Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada sholat subuh hingga beliau wafat." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi). Meskipun status kesahihan hadis ini diperdebatkan, para ulama Syafi'iyah dan Malikiyah menganggapnya kuat dan menjadikannya sebagai landasan utama. Mereka juga berpegang pada praktik para Khulafaur Rasyidin seperti Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib yang dilaporkan melakukan qunut Subuh.
Pandangan Mazhab Hanafi dan Hanbali
Di sisi lain, mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa membaca qunut secara rutin pada Sholat Subuh tidak disyariatkan. Menurut mereka, qunut hanya disunnahkan ketika terjadi musibah atau malapetaka besar yang menimpa kaum muslimin, yang dikenal dengan sebutan Qunut Nazilah. Qunut Nazilah ini dapat dilakukan pada setiap sholat fardhu, tidak terbatas pada Sholat Subuh saja.
Landasan mereka adalah hadis lain yang juga diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, yang menjelaskan bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan keburukan atas suku-suku Arab yang telah membunuh para sahabatnya (para penghafal Al-Qur'an), kemudian beliau meninggalkannya. Mereka juga berpegang pada riwayat dari Abu Malik Al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya, "Wahai ayahku, engkau pernah sholat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut (subuh)?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)." (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah).
Sikap Bijak dalam Perbedaan
Melihat adanya perbedaan pendapat yang sama-sama didasari oleh dalil dan ijtihad ulama yang diakui keilmuannya, sikap yang paling bijak adalah saling menghormati dan tidak menyalahkan satu sama lain. Masalah ini termasuk dalam kategori khilafiyah furu'iyyah (perbedaan dalam cabang-cabang agama) yang tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan. Baik yang mengamalkan qunut subuh maupun yang tidak, keduanya memiliki landasan yang kuat. Hendaknya seorang makmum mengikuti imamnya dalam masalah ini untuk menjaga persatuan dalam sholat berjamaah.
Tata Cara Pelaksanaan Qunut dalam Sholat Subuh
Bagi yang mengamalkan doa qunut, terdapat tata cara pelaksanaannya yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan. Berikut adalah langkah-langkahnya:
- Waktu Pelaksanaan: Doa qunut dibaca pada rakaat kedua Sholat Subuh.
- Posisi: Dibaca setelah bangkit dari ruku' dan membaca bacaan i'tidal ("Rabbanaa lakal hamdu..."). Posisinya adalah berdiri tegak sebelum turun untuk sujud.
- Mengangkat Tangan: Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan saat membaca doa qunut, sebagaimana posisi berdoa pada umumnya, yaitu setinggi dada dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit.
- Suara Imam dan Makmum: Jika sholat berjamaah, imam akan membaca doa qunut dengan suara yang dapat didengar (jahr). Tugas makmum adalah mengaminkan (mengucapkan "Aamiin") pada setiap jeda kalimat doa yang dibacakan imam. Makmum juga bisa ikut membaca doa qunut dengan suara lirih (sirr). Pada bagian pujian (mulai dari "Fa innaka taqdhii..."), makmum tidak lagi mengucapkan "Aamiin" tetapi ikut membaca kalimat pujian tersebut dengan lirih.
- Setelah Selesai Berdoa: Setelah selesai membaca doa qunut, tidak disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangan. Langsung lanjutkan gerakan sholat berikutnya, yaitu turun untuk sujud.
- Jika Lupa Membaca Qunut: Apabila seseorang (baik sholat sendiri maupun sebagai imam) lupa membaca doa qunut dan sudah terlanjur turun untuk sujud, maka ia tidak perlu kembali berdiri untuk membacanya. Namun, ia disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam untuk menutupi kekurangan tersebut.
Kesimpulan: Sebuah Doa Pembuka Hari yang Penuh Makna
Bacaan qunut sholat subuh adalah sebuah mutiara doa yang sangat indah dan komprehensif. Ia bukan hanya sekumpulan permintaan, melainkan sebuah dialog spiritual di awal hari, di mana seorang hamba menumpahkan segala harapannya kepada Allah. Mulai dari permohonan petunjuk yang merupakan fondasi kehidupan, permintaan akan 'afiyah yang mencakup kesejahteraan total, penyerahan diri untuk berada di bawah perlindungan-Nya, hingga permohonan berkah atas segala karunia.
Memahami setiap kalimatnya akan meningkatkan kekhusyukan dan membuat kita benar-benar merasakan betapa kita sangat membutuhkan Allah dalam setiap detik kehidupan kita. Terlepas dari perbedaan pandangan fikih mengenai hukumnya, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam doa qunut adalah universal dan menjadi esensi dari penghambaan seorang Muslim. Mengawali hari dengan doa semacam ini adalah cara terbaik untuk menjemput rahmat, keberkahan, dan bimbingan Allah SWT dalam menjalani aktivitas sepanjang hari.