Memahami Bacaan Sholat Tahiyat Awal Secara Menyeluruh
Sholat adalah tiang agama dan merupakan dialog langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya, Allah SWT. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna yang sangat dalam dan filosofis. Salah satu bagian terpenting dari dialog ini adalah saat duduk tahiyat atau tasyahud. Terdapat dua jenis tahiyat dalam sholat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, yaitu tahiyat awal dan tahiyat akhir. Artikel ini akan mengupas secara mendalam, rinci, dan komprehensif mengenai bacaan sholat tahiyat awal, mulai dari lafalnya, maknanya, hingga kedudukannya dalam fiqih Islam.
Pengertian dan Kedudukan Tahiyat Awal
Tahiyat Awal, atau juga dikenal sebagai Tasyahud Awal, adalah posisi duduk dan bacaan yang dilakukan setelah sujud kedua pada rakaat kedua dalam sholat yang memiliki tiga atau empat rakaat, seperti sholat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Ini adalah momen jeda yang khusyuk sebelum melanjutkan ke rakaat berikutnya. Dalam posisi ini, seorang muslim memanjatkan serangkaian pujian, salam, dan kesaksian yang menjadi inti dari keimanan.
Mengenai kedudukannya, para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Mayoritas ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i dan Maliki, berpendapat bahwa hukum melaksanakan tahiyat awal adalah Sunnah Mu'akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan mendekati wajib. Meninggalkannya secara sengaja dapat mengurangi kesempurnaan sholat, meskipun sholatnya tetap dianggap sah. Namun, jika terlupakan, dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi sebelum salam.
Sementara itu, dalam mazhab Hambali, tahiyat awal dianggap sebagai salah satu dari wajib sholat. Wajib di sini berbeda dengan rukun. Jika rukun sholat ditinggalkan, maka sholatnya batal dan harus diulang. Namun, jika yang ditinggalkan adalah bagian yang wajib (seperti tahiyat awal), sholatnya tidak batal, tetapi wajib diganti dengan sujud sahwi. Pandangan ini menunjukkan betapa pentingnya posisi dan bacaan tahiyat awal dalam struktur ibadah sholat.
Bacaan Lengkap Sholat Tahiyat Awal
Berikut adalah bacaan tahiyat awal yang paling umum diamalkan, disajikan dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahan dalam Bahasa Indonesia agar kita dapat meresapi maknanya.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.
At-tahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. As-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah.
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan tercurah atasmu wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan-Nya. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Dalam beberapa riwayat dan amalan sebagian mazhab, terutama mazhab Syafi'i, bacaan ini dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, meskipun hanya sampai pada lafal "Allaahumma sholli 'ala sayyidinaa Muhammad". Namun, bacaan di atas adalah batas minimal yang disepakati oleh mayoritas ulama untuk tahiyat awal.
Makna Mendalam di Balik Setiap Kalimat Tahiyat Awal
Bacaan tahiyat bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Ia adalah sebuah dialog agung yang sarat dengan nilai-nilai tauhid, penghormatan, dan doa. Mari kita bedah makna setiap frasa untuk memahami keagungannya.
1. التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ (At-tahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah)
Kalimat pembuka ini adalah sebuah deklarasi totalitas penghambaan. Ia terdiri dari empat pilar pujian yang semuanya dipersembahkan hanya untuk Allah SWT.
- At-Tahiyyaat (Segala Penghormatan): Kata ini berasal dari kata 'hayah' yang berarti kehidupan. 'Tahiyyah' secara harfiah berarti ucapan salam untuk kehidupan yang panjang atau penghormatan. Dalam konteks ini, ia mencakup segala bentuk pengagungan, pujian, dan sanjungan yang layak. Ini adalah pengakuan bahwa segala bentuk penghormatan, baik dari malaikat, manusia, maupun seluruh makhluk di alam semesta, pada hakikatnya kembali dan hanya pantas ditujukan kepada Allah, Sang Pemilik Kehidupan Abadi.
- Al-Mubaarakaat (Segala Keberkahan): Kata 'mubaarakaat' berarti keberkahan yang melimpah, kebaikan yang terus bertambah dan berkembang. Dengan kalimat ini, kita mengakui bahwa sumber dari segala berkah, baik yang terlihat maupun yang tidak, baik yang kita sadari maupun tidak, adalah Allah SWT. Tidak ada keberkahan yang datang dari selain-Nya.
- Ash-Shalawaat (Segala Shalawat/Doa): Kata 'shalawaat' adalah bentuk jamak dari 'sholat'. Maknanya sangat luas, mencakup doa, rahmat, dan ibadah. Dalam frasa ini, kita menyatakan bahwa seluruh doa yang dipanjatkan, seluruh rahmat yang tercurah, dan esensi dari segala ibadah kita, semuanya adalah untuk Allah. Ini adalah penegasan bahwa tujuan akhir dari setiap ritual dan doa kita adalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
- Ath-Thayyibaat (Segala Kebaikan): Kata ini merujuk pada segala sesuatu yang baik, suci, dan bersih. Ini mencakup perkataan yang baik, perbuatan yang tulus, niat yang lurus, dan rezeki yang halal. Kita mengikrarkan bahwa semua kebaikan, baik yang berasal dari kita maupun yang kita terima, pada akhirnya adalah milik Allah dan untuk Allah. Dialah sumber segala kebaikan dan hanya kepada-Nya kebaikan itu dipersembahkan.
- Lillaah (Hanya Milik Allah): Kata penutup ini adalah kunci dari seluruh kalimat. Ia menegaskan prinsip tauhid, bahwa keempat pilar pujian sebelumnya—penghormatan, keberkahan, doa, dan kebaikan—tidak terbagi-bagi. Semuanya secara absolut dan eksklusif hanya untuk Allah SWT.
2. السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ (As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh)
Setelah mengagungkan Allah, fokus bacaan beralih ke penghormatan kepada sosok sentral dalam risalah Islam, Nabi Muhammad SAW. Kalimat ini memiliki latar belakang sejarah yang luar biasa, yaitu dialog langsung selama peristiwa Mi'raj. Ketika Rasulullah SAW sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap Allah, beliau mengucapkan "At-tahiyyaatu lillaah...". Allah SWT kemudian membalasnya dengan "As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu...".
Dengan mengucapkan kalimat ini, kita seolah-olah sedang menghadirkan kembali momen agung tersebut. Kita mengirimkan salam keselamatan (As-Salam, yang juga merupakan salah satu Asmaul Husna), rahmat (kasih sayang), dan keberkahan dari Allah kepada sang Nabi. Ini adalah bentuk cinta, penghormatan, dan pengakuan atas jasa-jasa beliau yang tak terhingga dalam menyampaikan wahyu dan membimbing umat manusia.
3. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ (As-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin)
Setelah salam kepada Nabi, doa keselamatan diperluas cakupannya. Ini adalah bagian yang menunjukkan betapa indahnya ajaran Islam yang tidak egois.
- As-Salaamu 'Alainaa (Semoga keselamatan tercurah atas kami): "Kami" di sini merujuk pada diri kita sendiri yang sedang sholat dan juga seluruh jamaah yang sholat bersama kita (jika berjamaah). Ini adalah doa untuk keselamatan diri dari segala keburukan di dunia dan akhirat.
- Wa 'Alaa 'Ibaadillaahish-Shaalihiin (Dan atas hamba-hamba Allah yang shalih): Ini adalah doa yang universal dan inklusif. Kita tidak hanya mendoakan diri sendiri, tetapi juga seluruh hamba Allah yang shalih. Siapa mereka? Mereka adalah setiap orang yang taat kepada Allah, baik dari kalangan malaikat, jin, maupun manusia; baik yang masih hidup maupun yang telah wafat; baik yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal, di seluruh penjuru bumi dan di langit. Dengan satu kalimat ini, kita telah terhubung dalam ikatan doa dengan jutaan hamba Allah yang shalih sepanjang masa.
4. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ (Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah)
Ini adalah puncak dari tahiyat, yaitu kalimat Syahadat. Mengucapkan dua kalimat syahadat di tengah-tengah sholat adalah sebuah proses pengisian ulang dan peneguhan kembali pilar keimanan kita. Ini bukan sekadar pengucapan lisan, tetapi sebuah kesaksian yang lahir dari lubuk hati yang paling dalam.
- Asyhadu an laa ilaaha illallaah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah): "Asyhadu" berarti aku bersaksi. Kesaksian ini mengandung ilmu, keyakinan, dan pernyataan. Kita bersaksi dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah (tauhid uluhiyah), tidak ada pencipta, pengatur, dan pemilik alam semesta selain Allah (tauhid rububiyah), dan tidak ada yang memiliki nama dan sifat sempurna selain Allah (tauhid asma wa sifat). Ini adalah inti dari seluruh ajaran Islam.
- Wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah): Kesaksian kedua ini adalah konsekuensi logis dari yang pertama. Keimanan kepada Allah tidak akan sempurna tanpa meyakini dan mengikuti utusan-Nya. Dengan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, kita mengikrarkan keyakinan bahwa beliau adalah pembawa risalah terakhir, bahwa ajaran yang beliau sampaikan adalah kebenaran mutlak dari Allah, dan bahwa beliau adalah suri tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia.
Tata Cara Duduk Tahiyat Awal (Duduk Iftirasy)
Posisi duduk saat tahiyat awal juga memiliki aturan dan nama tersendiri, yang disebut dengan duduk iftirasy. Cara melakukannya adalah sebagai berikut:
- Duduk dengan menduduki telapak kaki kiri. Posisikan telapak kaki kiri tersebut sebagai alas bagi pantat.
- Telapak kaki kanan ditegakkan lurus. Jari-jari kaki kanan dilipat dan dihadapkan ke arah kiblat.
- Kedua tangan diletakkan di atas paha, dekat dengan lutut. Jari-jari tangan dirapatkan dan dihadapkan ke arah kiblat.
- Pandangan mata dianjurkan untuk menatap ke arah tempat sujud atau, menurut sebagian pendapat, ke arah jari telunjuk (saat mengisyaratkannya).
Posisi duduk iftirasy ini berbeda dengan posisi duduk pada tahiyat akhir, yang disebut duduk tawarruk. Perbedaan ini merupakan salah satu keindahan dan kekayaan detail dalam fiqih sholat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Hikmah dan Keutamaan Tahiyat Awal
Tahiyat awal bukan hanya sekadar jeda atau transisi antar rakaat. Ia memiliki hikmah dan keutamaan yang sangat besar dalam membangun kualitas spiritual seorang muslim.
- Momen Peneguhan Kembali Iman: Di tengah kesibukan gerakan sholat, tahiyat awal memberikan kesempatan untuk duduk tenang dan meneguhkan kembali pilar-pilar iman melalui pengucapan syahadat. Ini seperti mengisi kembali 'bahan bakar' spiritual sebelum melanjutkan ibadah.
- Meneladani Dialog Agung di Mi'raj: Dengan membaca tahiyat, kita secara spiritual ikut serta dalam dialog agung antara Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Ini menumbuhkan rasa cinta dan kedekatan yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Sarana Doa Universal: Bacaan tahiyat mengajarkan kita untuk tidak menjadi hamba yang egois. Kita mendoakan keselamatan untuk Nabi, untuk diri kita sendiri, dan untuk seluruh hamba Allah yang shalih. Ini membangun rasa solidaritas dan persaudaraan (ukhuwah islamiyah) yang melintasi batas ruang dan waktu.
- Jeda untuk Refleksi dan Konsentrasi: Tahiyat awal berfungsi sebagai jeda yang strategis untuk mengembalikan fokus dan kekhusyukan. Setelah dua rakaat, pikiran mungkin mulai melayang. Duduk tahiyat membantu menarik kembali konsentrasi pada esensi sholat.
- Menyempurnakan Struktur Sholat: Sebagai bagian dari sunnah mu'akkadah atau bahkan wajib sholat, melaksanakan tahiyat awal dengan benar adalah bagian dari upaya kita untuk meniru sholat Rasulullah SAW sesempurna mungkin, sesuai dengan sabda beliau, "Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat."
Bagaimana Jika Lupa Melakukan Tahiyat Awal?
Lupa adalah sifat manusiawi, dan syariat Islam memberikan solusi untuk ketidaksempurnaan ini. Jika seseorang lupa melakukan tahiyat awal, ada beberapa skenario dan solusinya, yang puncaknya adalah pelaksanaan sujud sahwi.
Skenario 1: Teringat sebelum berdiri sempurna.
Jika Anda mulai bangkit untuk rakaat ketiga namun belum sampai pada posisi berdiri tegak, dan kemudian teringat belum tahiyat awal, maka hendaklah Anda segera kembali duduk untuk melakukan tahiyat awal, lalu melanjutkan sholat seperti biasa. Dalam kondisi ini, tidak perlu sujud sahwi.
Skenario 2: Teringat setelah berdiri sempurna.
Jika Anda sudah terlanjur berdiri tegak dengan sempurna untuk rakaat ketiga, lalu teringat belum tahiyat awal, maka jangan kembali duduk. Lanjutkanlah sholat Anda sampai selesai. Namun, sebelum salam, Anda wajib melakukan sujud sahwi untuk menambal kekurangan tersebut.
Bagaimana cara sujud sahwi?
Sujud sahwi dilakukan dengan melakukan dua kali sujud tambahan persis sebelum salam penutup. Setelah membaca tahiyat akhir lengkap hingga selesai, sebelum mengucap salam, Anda sujud seperti sujud biasa sambil membaca "Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huu" (Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa) atau tasbih sujud biasa. Kemudian bangkit duduk di antara dua sujud, lalu sujud lagi, dan setelah itu baru bangkit untuk mengucapkan salam.
Memahami aturan mengenai lupa tahiyat awal dan cara melakukan sujud sahwi adalah ilmu penting yang menunjukkan fleksibilitas dan rahmat dalam syariat Islam. Ini mengajarkan kita bahwa Allah SWT menghargai usaha kita, bahkan ketika kita melakukan kesalahan yang tidak disengaja.
Kesimpulan: Menghayati Mutiara dalam Sholat
Bacaan sholat tahiyat awal adalah sebuah mutiara berharga yang terangkai indah di dalam ibadah sholat. Ia bukan sekadar hafalan yang diulang-ulang, melainkan sebuah proklamasi keimanan yang komprehensif. Dimulai dengan pengagungan total kepada Allah, dilanjutkan dengan salam penghormatan kepada Rasulullah, disusul dengan doa keselamatan untuk diri sendiri dan seluruh umat, dan dipuncaki dengan kesaksian tauhid dan risalah.
Dengan memahami setiap kata, meresapi setiap makna, dan melaksanakannya dengan tata cara yang benar, duduk tahiyat awal akan berubah dari sekadar rutinitas menjadi sebuah momen kontemplasi yang mendalam. Ia menjadi kesempatan emas untuk memperbarui janji kita kepada Allah, memperkuat ikatan cinta kita kepada Rasulullah, dan merasakan indahnya persaudaraan dengan seluruh hamba-Nya yang shalih. Semoga kita senantiasa dimampukan untuk melaksanakan sholat dengan khusyuk dan memahami setiap hikmah yang terkandung di dalamnya.