Panduan Terlengkap Bacaan Takbir Sholat Idul Adha dan Gema Syiarnya

Ilustrasi Ka'bah sebagai simbol utama Hari Raya Idul Adha dan ibadah Haji. الله أكبر

Gema takbir yang membahana di seluruh penjuru dunia adalah pertanda agung akan datangnya sebuah hari raya. Khususnya pada Hari Raya Idul Adha, lantunan takbir memiliki kekhususan dan keistimewaan tersendiri. Ia bukan sekadar seruan, melainkan sebuah deklarasi keimanan, pengakuan atas kebesaran Allah SWT, dan ekspresi syukur yang mendalam atas segala nikmat, terutama nikmat iman dan Islam. Memahami bacaan takbir sholat Idul Adha secara mendalam, mulai dari lafadz, hukum, waktu, hingga filosofinya, merupakan langkah penting untuk menyempurnakan ibadah kita di hari yang mulia ini.

Artikel ini akan menjadi panduan komprehensif yang mengupas tuntas segala aspek terkait gema takbir di Hari Raya Kurban. Kita akan menyelami setiap detailnya, agar takbir yang kita kumandangkan bukan hanya getaran di lisan, tetapi juga resonansi yang menggetarkan jiwa dan menguatkan pondasi keimanan kita kepada Sang Maha Pencipta.


Makna Filosofis dan Spiritualitas Takbir

Sebelum kita membahas lafadz dan tata caranya, sangat penting untuk meresapi makna yang terkandung di dalam kalimat-kalimat takbir. Takbir adalah lautan makna yang sarat akan nilai-nilai tauhid. Setiap frasa di dalamnya adalah pilar yang menopang bangunan keimanan seorang Muslim.

Allahu Akbar (اللهُ أَكْبَرُ): Pengakuan Mutlak atas Kebesaran Allah

Kalimat "Allahu Akbar" yang berarti "Allah Maha Besar" adalah inti dari takbir. Namun, maknanya jauh lebih dalam dari sekadar terjemahan literal. Kata "Akbar" dalam bahasa Arab berasal dari bentuk ism tafdhil, yang menunjukkan sebuah perbandingan superlatif. Ini bukan berarti Allah "lebih besar" dari sesuatu, karena tidak ada sesuatu pun yang layak dijadikan pembanding bagi-Nya. Makna sesungguhnya adalah Allah Maha Besar, sebuah kebesaran yang mutlak, tak terbatas, dan tak terjangkau oleh akal pikiran manusia.

Ketika kita mengucapkannya, kita sedang melakukan sebuah penegasan spiritual:

La Ilaha Illallah (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ): Fondasi Tauhid

Kalimat ini adalah syahadat, pilar pertama Islam. "Tidak ada Tuhan selain Allah." Ini adalah deklarasi pembebasan total dari segala bentuk penyembahan selain kepada-Nya. Dalam konteks takbir Idul Adha, kalimat ini mengingatkan kita pada esensi kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail AS, sebuah ujian terberat yang hanya bisa dilalui dengan tauhid yang murni. Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa cintanya kepada Allah lebih besar dari apapun, bahkan dari putranya sendiri. "La Ilaha Illallah" yang kita ucapkan adalah penegasan ulang komitmen kita untuk menempatkan Allah di atas segalanya.

Walillahil Hamd (وَللهِ الحَمْدُ): Puncak Rasa Syukur

"Dan hanya milik Allah segala puji." Setelah mengakui kebesaran-Nya dan mengesakan-Nya, puncak dari kesadaran seorang hamba adalah rasa syukur. Segala pujian, segala kebaikan, dan segala nikmat pada hakikatnya berasal dari Allah dan harus dikembalikan kepada-Nya. Kita memuji Allah bukan karena Dia butuh pujian, tetapi karena kita yang butuh untuk mengakui sumber segala kenikmatan. Di hari raya, di saat kita merasakan nikmat berkumpul dengan keluarga, menikmati hidangan, dan berbagi daging kurban, kalimat ini menjadi pengingat bahwa semua itu adalah karunia dari-Nya. Ini adalah wujud syukur atas nikmat iman, kesehatan, dan kesempatan untuk kembali merayakan hari kemenangan.


Lafadz Bacaan Takbir Idul Adha: Versi Umum dan Lengkap

Secara umum, terdapat beberapa versi lafadz takbir yang masyhur di kalangan umat Islam. Semua versi ini baik dan bersumber dari praktik para sahabat Nabi. Perbedaan yang ada hanyalah pada panjang pendeknya lafadz, bukan pada esensinya.

1. Lafadz Takbir yang Umum dan Paling Sering Didengar

Ini adalah versi yang paling singkat dan paling sering dikumandangkan di masjid-masjid, di jalanan, atau di rumah-rumah. Lafadz ini diulang-ulang, biasanya sebanyak tiga kali pada bagian awal.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd.

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah."

2. Lafadz Takbir Versi Lebih Panjang dengan Dzikir Tambahan

Selain versi di atas, ada juga versi yang lebih panjang, yang menyertakan kalimat-kalimat dzikir lain seperti tasbih (mensucikan Allah) dan tahlil (mengesakan Allah) yang lebih mendalam. Versi ini juga sering dibacakan oleh para bilal atau imam di masjid. Lafadz ini diriwayatkan dari para sahabat seperti Salman Al-Farisi dan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhum.

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar kabira, walhamdulillahi katsira, wa subhanallahi bukratan wa ashila. La ilaha illallahu wala na'budu illa iyyahu mukhlishina lahuddin walau karihal kafirun. La ilaha illallahu wahdah, shadaqa wa'dah, wa nashara 'abdah, wa hazamal ahzaba wahdah. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd.

"Allah Maha Besar dengan segala kebesaran-Nya, segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang. Tidak ada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. Tidak ada Tuhan selain Allah semata, Dia menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan golongan-golongan (musuh) sendirian. Tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah."

Kedua versi bacaan takbir di atas adalah sah dan dapat diamalkan. Membaca versi yang lebih panjang tentunya memiliki keutamaan lebih karena mengandung lebih banyak pujian dan pengagungan kepada Allah SWT.


Hukum dan Dalil Mengumandangkan Takbir Idul Adha

Mengumandangkan takbir pada hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, merupakan amalan yang disyariatkan dalam Islam dan hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Anjuran ini didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

Dalil dari Al-Qur'an

Allah SWT berfirman dalam beberapa ayat yang mengisyaratkan anjuran untuk berdzikir dan mengagungkan nama-Nya pada hari-hari tertentu, yang oleh para ulama ditafsirkan termasuk di dalamnya hari-hari raya dan hari Tasyriq.

Dalam Surat Al-Hajj ayat 28, Allah berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ

Wa yadzkurusmallaahi fii ayyaamim ma'luumaat.

"...dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan..."

Para ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa "Ayyamim ma'luumaat" (hari yang telah ditentukan) merujuk pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, termasuk di dalamnya Hari Raya Idul Adha.

Juga dalam Surat Al-Baqarah ayat 203:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

Wadzkurullaaha fii ayyaamim ma'duudaat.

"Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang..."

Ayat ini ditafsirkan merujuk pada hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), di mana takbir setelah sholat fardhu sangat dianjurkan.

Dalil dari Hadits dan Praktik Para Sahabat

Praktik bertakbir ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW keluar menuju lapangan untuk sholat Id sambil bertakbir hingga beliau tiba di lapangan dan sholat hendak dilaksanakan. Setelah sholat selesai, beliau menghentikan takbirnya.

Selain itu, terdapat banyak riwayat yang menunjukkan semangat para sahabat dalam menghidupkan syiar takbir. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya secara mu'allaq (tanpa sanad lengkap) bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma biasa pergi ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah sambil bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir mereka. Ini menunjukkan bahwa takbir tidak hanya terbatas di masjid, tetapi dianjurkan untuk dikumandangkan di mana saja sebagai syiar Islam.


Waktu Pelaksanaan Takbir: Kapan Dimulai dan Kapan Berakhir?

Salah satu perbedaan mendasar antara takbir Idul Fitri dan Idul Adha terletak pada durasi waktunya. Takbir Idul Adha memiliki rentang waktu yang jauh lebih panjang. Para ulama membaginya menjadi dua jenis berdasarkan waktu pelaksanaannya: Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad.

1. Takbir Muthlaq (Tidak Terikat Waktu)

Takbir Muthlaq (atau disebut juga Takbir Mursal) adalah takbir yang tidak terikat dengan waktu sholat. Artinya, takbir ini bisa dilantunkan kapan saja dan di mana saja, baik pagi, siang, sore, maupun malam.

Selama periode ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak takbir di rumah, di pasar, di kantor, di jalan, dan di masjid. Ini adalah cara untuk menghidupkan syiar Islam pada hari-hari yang paling dicintai oleh Allah SWT, yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

2. Takbir Muqayyad (Terikat Waktu)

Takbir Muqayyad adalah takbir yang pelaksanaannya terikat dengan waktu tertentu, yaitu dibaca setiap selesai menunaikan sholat fardhu (wajib lima waktu), baik sholat yang dilakukan secara berjamaah maupun sendirian.

Jadi, Takbir Muqayyad ini dilantunkan setelah salam pada setiap sholat fardhu selama lima hari, yaitu dari Subuh tanggal 9 Dzulhijjah hingga Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Bagi laki-laki, dianjurkan untuk mengeraskan suara takbir ini, sedangkan bagi perempuan cukup dengan suara yang terdengar oleh dirinya sendiri.

Dengan demikian, pada Hari Arafah, Hari Idul Adha, dan Hari Tasyriq, kedua jenis takbir ini (Muthlaq dan Muqayyad) berlaku secara bersamaan. Seseorang bisa bertakbir kapan saja (Muthlaq) dan juga khusus bertakbir setelah selesai sholat fardhu (Muqayyad).


Tata Cara Takbir di Dalam Sholat Idul Adha

Selain takbir yang dikumandangkan sebelum dan sesudah sholat, terdapat juga takbir-takbir khusus yang menjadi bagian dari rukun (sunnah) sholat Idul Adha itu sendiri. Jumlah takbir tambahan ini membedakan sholat Id dari sholat-sholat lainnya. Memahaminya dengan benar sangat penting untuk keabsahan dan kesempurnaan sholat.

Jumlah Takbir Tambahan

Sholat Idul Adha dilaksanakan sebanyak dua rakaat. Di dalam kedua rakaat tersebut, terdapat takbir tambahan yang disebut takbir zawa-id.

Langkah-langkah Pelaksanaan Takbir dalam Sholat

Rakaat Pertama:

  1. Niat dan Takbiratul Ihram: Imam dan makmum memulai sholat dengan niat sholat Idul Adha, kemudian mengangkat tangan seraya mengucapkan "Allahu Akbar" (ini adalah takbiratul ihram, rukun sholat, dan tidak termasuk dalam 7 takbir tambahan).
  2. Membaca Doa Iftitah (Sunnah): Setelah takbiratul ihram, disunnahkan membaca doa iftitah.
  3. Melakukan 7 Kali Takbir Tambahan: Setelah selesai doa iftitah, imam akan memimpin untuk melakukan 7 kali takbir tambahan. Pada setiap takbir, disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan seperti saat takbiratul ihram. Makmum mengikuti gerakan dan ucapan takbir imam.
  4. Bacaan di Antara Takbir: Di sela-sela antara satu takbir dengan takbir berikutnya, disunnahkan untuk diam sejenak dan membaca dzikir ringan. Tidak ada bacaan khusus yang diwajibkan, namun dianjurkan membaca:

    سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

    Subhanallah, walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar.

    "Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar."

  5. Membaca Al-Fatihah dan Surat: Setelah takbir ketujuh, imam tidak lagi bertakbir. Tangan diletakkan di dada (bersedekap), kemudian imam membaca Ta'awudz, Basmalah, Surat Al-Fatihah, dan dilanjutkan dengan surat lainnya. Disunnahkan membaca Surat Qaf atau Surat Al-A'la.
  6. Menyelesaikan Rakaat Pertama: Melanjutkan gerakan sholat seperti biasa (ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, sujud kedua).

Rakaat Kedua:

  1. Bangkit dari Sujud: Bangkit dari sujud untuk rakaat kedua sambil mengucapkan takbir intiqal ("Allahu Akbar").
  2. Melakukan 5 Kali Takbir Tambahan: Sebelum membaca Al-Fatihah, imam memimpin untuk melakukan 5 kali takbir tambahan. Caranya sama seperti pada rakaat pertama: mengangkat tangan pada setiap takbir, dan diselingi dengan bacaan dzikir di antaranya.
  3. Membaca Al-Fatihah dan Surat: Setelah takbir kelima, imam membaca Surat Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan surat lainnya. Disunnahkan membaca Surat Al-Qamar atau Surat Al-Ghasyiyah.
  4. Menyelesaikan Sholat: Melanjutkan gerakan sholat seperti biasa hingga selesai dengan salam.

Bagaimana Jika Lupa atau Salah Jumlah Takbir?

Takbir zawa-id (tambahan 7 dan 5 kali) ini hukumnya adalah sunnah hai-at menurut mayoritas ulama. Artinya, jika seseorang lupa, kelebihan, atau kekurangan dalam jumlah takbirnya, baik imam maupun makmum, sholatnya tetap sah dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Namun, tentu saja melaksanakannya dengan sempurna sesuai sunnah adalah yang paling utama untuk meraih keutamaan yang lebih besar.


Adab dan Sunnah Seputar Mengumandangkan Takbir

Untuk menyempurnakan ibadah takbir, ada beberapa adab dan sunnah yang perlu diperhatikan. Ini bukan hanya tentang melafalkan, tetapi juga menghayati dan mengamalkannya dengan cara terbaik.

1. Mengumandangkan dengan Jelas dan Semangat

Bagi laki-laki, disunnahkan untuk mengeraskan suara (jahr) saat bertakbir sebagai bentuk syiar. Gema takbir yang serempak dan penuh semangat akan membangkitkan suasana Idul Adha yang khas dan mengingatkan kaum muslimin akan kebesaran Allah. Adapun bagi perempuan, hendaknya melirihkan suara (sirr), cukup terdengar oleh dirinya sendiri atau orang di dekatnya, untuk menjaga kehormatan.

2. Bertakbir di Berbagai Tempat

Menghidupkan sunnah para sahabat, hendaknya takbir tidak hanya dikumandangkan di masjid atau musholla. Lantunkanlah takbir di rumah bersama keluarga, saat dalam perjalanan menuju tempat sholat Id, saat berada di pasar, atau di tempat-tempat umum lainnya. Ini akan menciptakan atmosfer spiritual yang kuat di tengah masyarakat.

3. Bertakbir Saat Pergi dan Pulang dari Tempat Sholat Id

Salah satu sunnah yang sangat dianjurkan adalah terus melantunkan takbir sepanjang perjalanan menuju lapangan atau masjid untuk sholat Id. Sunnah ini berhenti ketika imam sudah memulai sholat. Selain itu, disunnahkan juga untuk mengambil rute yang berbeda saat pergi dan pulang, sambil terus berdzikir dan bertakbir, agar semakin banyak tempat di muka bumi yang menjadi saksi atas dzikir kita.

4. Memahami dan Meresapi Makna

Adab tertinggi dalam bertakbir adalah melakukannya dengan penuh kesadaran. Jangan biarkan lisan bertakbir sementara hati dan pikiran lalai. Setiap kali mengucapkan "Allahu Akbar", hadirkan dalam hati pengakuan bahwa Allah-lah Yang Maha Besar, dan semua urusan dunia ini kecil di hadapan-Nya. Renungkan pengorbanan Nabi Ibrahim AS saat mengucapkan "La Ilaha Illallah", dan rasakan limpahan nikmat-Nya saat mengucapkan "Walillahil Hamd".

Kesimpulan: Takbir Sebagai Jiwa Hari Raya

Bacaan takbir sholat Idul Adha dan gema takbir yang menyertainya adalah ruh dan jiwa dari perayaan itu sendiri. Ia adalah benang merah yang menghubungkan semangat pengorbanan Nabi Ibrahim, pelaksanaan ibadah haji di tanah suci, dan sukacita kaum muslimin di seluruh dunia. Lebih dari sekadar tradisi, takbir adalah manifestasi iman, sebuah pengingat abadi bahwa di atas segala kekuatan, kekuasaan, dan kehebatan duniawi, ada Allah Yang Maha Besar, satu-satunya yang patut disembah, dan kepada-Nya segala puji dikembalikan.

Dengan memahami lafadznya, mengetahui waktu pelaksanaannya, mempraktikkan tata caranya dalam sholat, serta yang terpenting, meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya, semoga takbir yang kita lantunkan di Hari Raya Idul Adha ini menjadi ibadah yang berkualitas, diterima di sisi Allah SWT, dan mampu mengokohkan kembali pilar-pilar keimanan di dalam sanubari kita. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

🏠 Kembali ke Homepage