Memahami Hukum Beriman kepada Malaikat dalam Islam

Dalam arsitektur akidah Islam, terdapat pilar-pilar fundamental yang menopang seluruh bangunan keimanan seorang Muslim. Pilar-pilar ini, yang dikenal sebagai Rukun Iman, merupakan fondasi yang tanpanya keyakinan seseorang menjadi rapuh dan tidak sempurna. Salah satu pilar terpenting setelah keimanan kepada Allah adalah iman kepada malaikat-Nya. Pertanyaan mendasar yang sering muncul, terutama bagi mereka yang baru mendalami ajaran Islam, adalah: beriman kepada malaikat hukumnya apa? Apakah ia sekadar anjuran atau sebuah kewajiban mutlak yang menentukan status keislaman seseorang? Jawabannya tegas dan tidak bisa ditawar: beriman kepada malaikat hukumnya adalah wajib 'ain, atau kewajiban individual bagi setiap Muslim yang baligh dan berakal.

نور Ilustrasi simbolis tentang malaikat sebagai makhluk cahaya (Nur) yang taat kepada Allah.

Ini bukan sekadar kepercayaan pada dongeng atau mitologi tentang makhluk bersayap. Keimanan kepada malaikat adalah bagian integral dari pandangan dunia Islam (weltanschauung) yang menjelaskan bagaimana alam semesta beroperasi di bawah perintah Allah, bagaimana wahyu diturunkan, dan bagaimana setiap perbuatan manusia dicatat dengan saksama. Mengingkari eksistensi mereka sama dengan meruntuhkan seluruh fondasi agama, karena Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantaraan seorang malaikat, yaitu Jibril 'alaihissalam. Oleh karena itu, memahami secara mendalam mengapa dan bagaimana hukum ini ditetapkan adalah sebuah keniscayaan bagi setiap Muslim.

Definisi dan Cakupan Iman kepada Malaikat

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam dalil-dalil yang menetapkan hukumnya, penting untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan "iman kepada malaikat". Keimanan ini bukanlah sekadar pengakuan samar akan keberadaan mereka. Ia adalah keyakinan yang kokoh dan mencakup beberapa aspek penting yang harus diimani secara keseluruhan.

Secara bahasa, kata "malaikat" (ملائكة) adalah bentuk jamak dari "malak" (ملك), yang berasal dari akar kata "alaka" (ألك) yang berarti "membawa risalah" atau "utusan". Ini secara langsung merujuk pada salah satu fungsi utama mereka sebagai utusan Allah SWT. Secara istilah, malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan Allah dari cahaya (nur), tidak memiliki hawa nafsu, tidak berjenis kelamin, dan senantiasa patuh serta tunduk pada setiap perintah Allah tanpa pernah membangkang sedikit pun.

Iman kepada malaikat, menurut para ulama, terangkum dalam empat pilar utama:

  1. Mengimani Wujud Mereka: Pilar pertama dan paling dasar adalah meyakini secara pasti bahwa malaikat benar-benar ada. Mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang nyata, meskipun kita tidak dapat melihat mereka dalam wujud aslinya. Mengingkari keberadaan mereka secara mutlak adalah sebuah bentuk kekufuran.
  2. Mengimani Nama-nama Mereka yang Telah Diberitakan: Kita wajib mengimani nama-nama malaikat yang secara spesifik disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis yang shahih. Contohnya adalah Jibril, Mikail, Israfil, Izrail (Malakul Maut), Munkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan. Adapun malaikat yang tidak disebutkan namanya, kita mengimaninya secara global (ijmalan) bahwa Allah memiliki banyak malaikat yang jumlahnya hanya Dia yang tahu.
  3. Mengimani Sifat-sifat Mereka yang Telah Dijelaskan: Kita wajib meyakini sifat-sifat malaikat sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya kabarkan. Misalnya, mereka diciptakan dari cahaya, memiliki sayap dalam jumlah yang berbeda-beda, memiliki kekuatan yang dahsyat, mampu berubah wujud atas izin Allah, dan tidak pernah lelah beribadah dan bertasbih.
  4. Mengimani Tugas-tugas Mereka yang Kita Ketahui: Kita wajib meyakini bahwa setiap malaikat memiliki tugas spesifik yang diperintahkan oleh Allah. Seperti Jibril yang menyampaikan wahyu, Mikail yang mengatur rezeki dan hujan, Israfil yang akan meniup sangkakala, Malakul Maut yang mencabut nyawa, Raqib dan Atid yang mencatat amal perbuatan manusia, dan tugas-tugas lainnya. Keimanan ini menegaskan bahwa alam semesta ini diatur dengan sebuah sistem ilahiah yang teratur dan presisi.

Dengan demikian, iman kepada malaikat adalah sebuah paket keyakinan yang utuh. Tidak cukup hanya mengakui keberadaan mereka, tetapi juga harus menerima seluruh informasi tentang mereka yang datang dari sumber wahyu yang otentik.

Dalil Kewajiban Beriman kepada Malaikat

Penetapan bahwa beriman kepada malaikat hukumnya wajib bukanlah hasil ijtihad atau pendapat ulama semata, melainkan bersumber langsung dari nas-nas yang qath'i (pasti dan tegas) dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta didukung oleh Ijma' (konsensus) seluruh ulama umat Islam dari generasi ke generasi.

1. Dalil dari Al-Qur'an Al-Karim

Al-Qur'an, sebagai sumber hukum utama, berulang kali menegaskan posisi sentral iman kepada malaikat. Ayat-ayat berikut adalah sebagian kecil dari bukti yang sangat jelas:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ

"Rasul (Muhammad) telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya." (QS. Al-Baqarah: 285)

Ayat ini merupakan salah satu dalil paling fundamental. Allah SWT menyandingkan keimanan kepada malaikat dengan keimanan kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Penggandengan ini menunjukkan bahwa semua komponen tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian yang lain berarti merusak keseluruhan fondasi iman.

Lebih tegas lagi, Allah SWT menjelaskan konsekuensi bagi mereka yang mengingkarinya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh." (QS. An-Nisa: 136)

Dalam ayat ini, Allah menggunakan istilah "yakfur" (ingkar/kufur) bagi orang yang menolak iman kepada malaikat. Konsekuensinya pun sangat berat, yaitu "dhalla dhalaalan ba'iidaa" (tersesat sangat jauh). Kesesatan yang jauh ini mengindikasikan keluarnya seseorang dari jalan lurus, yaitu Islam. Ini adalah penegasan yang sangat kuat bahwa mengingkari malaikat bukanlah perkara sepele, melainkan sebuah tindakan yang membatalkan keimanan.

Selain itu, Allah juga mengaitkan iman kepada malaikat dengan esensi kebaikan dan ketakwaan itu sendiri:

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ

"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan yang sesungguhnya ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi..." (QS. Al-Baqarah: 177)

Ayat ini mendefinisikan "al-birr" (kebajikan hakiki) sebagai sesuatu yang berakar pada akidah yang benar, di mana iman kepada malaikat menjadi salah satu unsurnya. Ini menunjukkan bahwa amal tanpa didasari akidah yang benar, termasuk iman kepada malaikat, tidak akan dianggap sebagai kebajikan sejati di sisi Allah.

2. Dalil dari As-Sunnah An-Nabawiyyah

Sunnah Nabi Muhammad ﷺ, sebagai penjelas Al-Qur'an, memberikan penegasan yang tidak kalah kuatnya. Dalil paling terkenal adalah Hadis Jibril yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Dalam hadis yang sangat panjang ini, Malaikat Jibril datang dalam wujud seorang pria untuk menguji dan mengajarkan para sahabat tentang pondasi agama.

Ketika Jibril bertanya kepada Nabi ﷺ, "Beritahukanlah kepadaku tentang Iman." Rasulullah ﷺ menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk." Jibril pun berkata, "Engkau benar." (HR. Muslim)

Hadis ini dikenal sebagai "Ummus Sunnah" (Induk dari Sunnah) karena merangkum seluruh pilar agama: Islam, Iman, dan Ihsan. Jawaban Nabi ﷺ yang menempatkan "iman kepada malaikat-Nya" sebagai rukun kedua dari enam Rukun Iman adalah penegasan final yang tidak menyisakan ruang untuk keraguan. Ini adalah definisi Iman yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, siapa pun yang mengaku beriman namun menolak salah satu dari enam rukun ini, maka imannya tidaklah sah menurut definisi kenabian.

3. Ijma' (Konsensus Para Ulama)

Sejak zaman para sahabat hingga hari ini, seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah telah bersepakat (ijma') tanpa ada satu pun perbedaan pendapat bahwa beriman kepada malaikat hukumnya adalah fardhu 'ain. Mereka juga bersepakat bahwa mengingkari keberadaan malaikat atau salah satu dari mereka yang telah disebutkan secara pasti dalam wahyu (seperti Jibril), atau mengingkari salah satu tugas mereka yang telah ditetapkan, adalah sebuah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan, "Beriman kepada malaikat adalah salah satu dari rukun iman. Barangsiapa mengingkarinya, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' kaum Muslimin."

Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa juga menegaskan bahwa iman kepada malaikat adalah salah satu dari ushul (pokok-pokok) keimanan yang jika diingkari, maka gugurlah seluruh keimanan seseorang. Hal ini karena mengingkari malaikat berarti mengingkari proses turunnya wahyu, yang secara otomatis berarti mengingkari Al-Qur'an dan kenabian itu sendiri.

Konsekuensi Mengingkari Iman kepada Malaikat

Mengingat dalil-dalil yang sangat kuat di atas, konsekuensi dari mengingkari rukun iman ini sangatlah fatal. Ini bukanlah perbedaan pendapat dalam masalah cabang (furu'), melainkan masalah pokok akidah (ushul).

  1. Membatalkan Keimanan: Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 136, mengingkari malaikat adalah sebuah bentuk kekufuran. Ini karena sistem keimanan Islam adalah satu kesatuan. Menolak satu bagian berarti menolak keseluruhannya.
  2. Mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah: Al-Qur'an dan hadis penuh dengan penyebutan malaikat, peran mereka, dan dialog mereka. Mengingkari malaikat berarti menganggap semua ayat dan hadis tersebut sebagai kebohongan, sebuah tuduhan yang sangat serius terhadap wahyu ilahi.
  3. Meruntuhkan Fondasi Kenabian: Seluruh wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul disampaikan melalui perantaraan Malaikat Jibril. Jika eksistensi Jibril diingkari, maka seluruh konsep wahyu dan kenabian menjadi tidak valid. Tidak akan ada lagi Al-Qur'an, Injil, Taurat, atau Zabur yang otentik.
  4. Menolak Realitas Alam Gaib: Iman kepada yang gaib (al-ghayb) adalah ciri utama orang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 3). Malaikat adalah bagian terpenting dari alam gaib. Menolaknya berarti membatasi realitas hanya pada apa yang bisa diindra, sebuah pandangan materialistis yang bertentangan dengan prinsip dasar agama.

Mengenal Lebih Dekat Malaikat-Malaikat Allah

Untuk menyempurnakan keimanan kita, selain meyakini hukumnya yang wajib, kita juga dianjurkan untuk mengenal lebih jauh tentang para malaikat, terutama mereka yang namanya disebutkan dalam wahyu. Pengenalan ini akan menumbuhkan rasa cinta, takut, dan pengagungan kepada Allah yang telah menciptakan mereka.

Malaikat yang Wajib Dikenal Namanya:

  • Jibril (Jibril 'alaihissalam): Dikenal juga sebagai Ruhul Qudus atau Ruhul Amin. Tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu Allah kepada para nabi dan rasul. Dialah yang membawa Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad ﷺ.
  • Mikail (Mikail 'alaihissalam): Bertugas mengatur urusan makhluk hidup, seperti menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan membagikan rezeki atas perintah Allah.
  • Israfil (Israfil 'alaihissalam): Bertugas meniup sangkakala (ash-shur) pada hari Kiamat. Tiupan pertama akan mematikan seluruh makhluk, dan tiupan kedua akan membangkitkan mereka semua untuk dihisab.
  • Izrail (Malakul Maut 'alaihissalam): Malaikat Pencabut Nyawa. Bertugas mencabut ruh setiap makhluk yang bernyawa ketika ajalnya telah tiba, sesuai dengan perintah dan ketetapan Allah.
  • Raqib dan Atid: Dua malaikat yang senantiasa menyertai setiap manusia. Raqib di sisi kanan mencatat setiap amal kebaikan, dan Atid di sisi kiri mencatat setiap amal keburukan. Tidak ada satu pun ucapan atau perbuatan yang luput dari catatan mereka.
  • Munkar dan Nakir: Dua malaikat yang bertugas menanyai manusia di dalam alam kubur setelah ia meninggal dunia. Pertanyaan mereka berkisar pada tiga hal pokok: "Siapa Tuhanmu?", "Apa agamamu?", dan "Siapa Nabimu?".
  • Malik: Malaikat penjaga neraka. Ia digambarkan sebagai sosok yang sangat tegas dan tidak pernah tersenyum, menjalankan tugasnya dengan patuh tanpa belas kasihan kepada para penghuni neraka.
  • Ridwan: Malaikat penjaga surga. Ia menyambut para penghuni surga dengan ramah dan penuh kemuliaan di pintu-pintu surga.

Golongan Malaikat Lainnya:

Selain nama-nama di atas, Al-Qur'an dan Sunnah juga mengabarkan tentang golongan malaikat lain dengan tugas-tugas spesifik, di antaranya:

  • Hamalatul 'Arsy: Para malaikat yang membawa 'Arsy (Singgasana) Allah. Mereka digambarkan memiliki postur yang sangat besar dan agung.
  • Malaikat Hafazhah (Penjaga): Malaikat yang ditugaskan untuk menjaga manusia dari berbagai marabahaya yang tidak ditakdirkan menimpanya.
  • Malaikat Sayyahin: Para malaikat yang berkeliling di muka bumi mencari majelis-majelis zikir, lalu mereka melaporkannya kepada Allah SWT.
  • Malaikat Rahim: Malaikat yang bertugas meniupkan ruh ke dalam janin di dalam kandungan ibunya pada usia 120 hari, serta mencatat empat hal: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan nasibnya (celaka atau bahagia).

Hikmah dan Buah Iman kepada Malaikat

Kewajiban beriman kepada malaikat bukanlah tanpa tujuan. Di baliknya terkandung hikmah dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan seorang Muslim, baik di dunia maupun di akhirat. Keimanan ini akan membuahkan sikap dan perilaku positif dalam keseharian.

1. Mengagungkan Kekuasaan Allah

Merenungkan penciptaan malaikat—makhluk agung dari cahaya, dengan kekuatan dahsyat, jumlah tak terhingga, dan ketaatan absolut—akan membawa kita pada kesadaran betapa Maha Agung dan Maha Kuasanya Allah SWT, Sang Pencipta mereka. Jika ciptaan-Nya saja sudah begitu luar biasa, bagaimana lagi dengan keagungan Penciptanya?

2. Menumbuhkan Rasa Syukur

Mengetahui bahwa Allah menugaskan malaikat untuk menjaga kita (Hafazhah), mengatur rezeki kita (Mikail), dan mendoakan ampunan bagi orang-orang beriman, akan menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Kita merasa tidak sendirian; ada tentara-tentara Allah yang bekerja untuk kebaikan kita atas perintah-Nya.

3. Mendorong Perilaku Terpuji dan Menjauhi Maksiat

Ini adalah salah satu buah iman yang paling praktis. Keyakinan bahwa ada Malaikat Raqib dan Atid yang senantiasa mengawasi dan mencatat setiap detik kehidupan kita akan menjadi sistem kontrol diri (muraqabah) yang sangat efektif. Seseorang akan merasa malu dan takut untuk berbuat maksiat, bahkan ketika sendirian, karena ia tahu bahwa catatannya sedang ditulis untuk dipertanggungjawabkan di hari kiamat.

4. Memberikan Ketenangan dan Keberanian

Iman kepada malaikat memberikan ketenangan jiwa, terutama saat menghadapi kesulitan. Kisah-kisah dalam Al-Qur'an tentang bagaimana Allah mengirimkan malaikat untuk menolong para nabi dan orang-orang beriman (seperti dalam Perang Badar) memberikan keyakinan bahwa pertolongan Allah itu dekat. Demikian pula, saat menghadapi sakaratul maut, orang beriman akan disambut oleh para malaikat dengan kabar gembira, yang menghilangkan rasa takut dan cemas.

5. Meneguhkan Istiqamah dalam Beribadah

Mengetahui bahwa malaikat tidak pernah lelah dan bosan dalam beribadah kepada Allah akan memotivasi kita untuk lebih giat lagi. Jika mereka yang tanpa nafsu saja begitu tekun, apalagi kita sebagai manusia yang diciptakan untuk beribadah dan dijanjikan balasan surga. Selain itu, mengetahui ada malaikat yang berkeliling mencari majelis ilmu dan zikir akan mendorong kita untuk gemar menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang baik.

6. Meluruskan Pandangan tentang Alam Semesta

Keimanan ini menghindarkan kita dari pandangan materialistis yang sempit atau kepercayaan khurafat dan takhayul. Islam mengajarkan bahwa di balik fenomena alam yang terlihat, ada sistem gaib yang bekerja atas perintah Allah, yang dijalankan oleh para malaikat. Hujan turun bukan karena kebetulan, tetapi karena ada malaikat yang menjalankannya. Rezeki datang bukan semata hasil usaha, tetapi ada malaikat yang mengaturnya. Pandangan ini membuat seorang Muslim melihat segala sesuatu terhubung dengan Allah.

🏠 Kembali ke Homepage