Memahami Doa Qunut: Makna, Sejarah, dan Panduan Lengkap
Ilustrasi tangan menengadah saat berdoa Qunut, simbol permohonan dan harapan.
Doa Qunut merupakan salah satu amalan yang sangat dikenal dalam praktik ibadah umat Islam, khususnya dalam shalat. Secara harfiah, kata "Qunut" (القنوت) dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna, di antaranya adalah berdiri lama, diam, tunduk, taat, dan berdoa. Dalam konteks istilah syar'i, Doa Qunut adalah doa khusus yang dibaca pada waktu tertentu dalam shalat, biasanya setelah ruku' pada rakaat terakhir, dengan tujuan memohon kebaikan, petunjuk, dan perlindungan dari Allah SWT.
Doa ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah bentuk penghambaan yang mendalam, pengakuan atas kelemahan diri, dan penyerahan total kepada kekuasaan Allah. Di dalamnya terkandung permohonan yang sangat komprehensif, mencakup permintaan petunjuk, kesehatan, perlindungan, keberkahan, hingga penjagaan dari segala keburukan. Memahami doa ini secara utuh, mulai dari sejarahnya, jenis-jenisnya, hingga makna filosofis di setiap kalimatnya, akan memperkaya kualitas spiritual ibadah shalat kita.
Sejarah dan Asbabul Wurud (Sebab Turunnya) Doa Qunut
Latar belakang disyariatkannya Doa Qunut, terutama Qunut Nazilah, sangat erat kaitannya dengan peristiwa tragis yang dikenal sebagai Tragedi Bi'r Ma'unah (Sumur Ma'unah). Peristiwa ini memberikan konteks yang mendalam tentang bagaimana doa menjadi senjata seorang mukmin di saat menghadapi musibah dan pengkhianatan.
Kisah ini bermula ketika seorang kepala suku dari Bani Amir, Abu Bara' Amir bin Malik, datang menghadap Rasulullah SAW di Madinah. Ia menunjukkan ketertarikan pada Islam, meskipun tidak langsung menyatakan keimanannya. Ia kemudian meminta Rasulullah SAW untuk mengirimkan beberapa sahabat terbaiknya ke kaumnya di Najd untuk mengajarkan Islam. Abu Bara' menjamin keselamatan para sahabat tersebut.
Percaya pada jaminan tersebut, Rasulullah SAW mengutus sekitar 70 orang sahabat pilihan yang sebagian besar adalah para penghafal Al-Qur'an (dikenal sebagai Al-Qurra'). Rombongan mulia ini dipimpin oleh Al-Mundzir bin 'Amr. Namun, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Bi'r Ma'unah, rombongan ini dikhianati secara keji. Suku-suku dari Bani Sulaim, 'Ushayyah, Ri'l, dan Dzakwan, yang telah dihasut oleh 'Amir bin Thufail (keponakan Abu Bara'), mengepung dan membantai hampir seluruh sahabat utusan tersebut. Hanya satu atau dua orang yang berhasil selamat untuk membawa kabar duka ini kembali ke Madinah.
Berita pembantaian para sahabat terbaiknya ini membuat Rasulullah SAW sangat berduka. Kesedihan beliau begitu mendalam, melebihi kesedihan pada peristiwa lainnya. Sebagai respons atas tragedi dan pengkhianatan ini, Rasulullah SAW melakukan Qunut Nazilah. Selama sebulan penuh, setiap shalat fardhu, setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) di rakaat terakhir, beliau mendoakan keburukan bagi suku-suku yang telah berkhianat tersebut dan memohon pertolongan Allah SWT. Dari sinilah praktik Qunut Nazilah (qunut saat terjadi musibah) berawal dan menjadi bagian dari syariat Islam.
Jenis-Jenis Doa Qunut
Dalam fiqih Islam, Doa Qunut terbagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan waktu dan sebab pelaksanaannya. Masing-masing memiliki landasan dan hukum yang spesifik menurut pandangan para ulama mazhab.
1. Qunut Subuh
Ini adalah jenis qunut yang paling umum dikenal dan dipraktikkan oleh sebagian umat Islam. Qunut Subuh adalah doa qunut yang dibaca secara rutin pada saat i'tidal di rakaat kedua shalat Subuh. Mengenai hukum pelaksanaannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab empat:
- Mazhab Syafi'i dan Maliki: Berpandangan bahwa membaca Doa Qunut pada shalat Subuh hukumnya adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika sengaja ditinggalkan, shalat tetap sah namun makruh. Jika lupa, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Landasan mereka adalah hadits dari Anas bin Malik yang meriwayatkan bahwa, "Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau wafat." Meskipun status hadits ini diperdebatkan, ulama Syafi'iyah menganggapnya sebagai dalil yang kuat.
- Mazhab Hanafi dan Hanbali: Berpandangan bahwa qunut secara rutin pada shalat Subuh tidak disyariatkan atau bahkan dianggap bid'ah. Mereka berpegang pada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan qunut hanya selama sebulan (saat terjadi tragedi Bi'r Ma'unah), kemudian meninggalkannya. Mereka menafsirkan hadits Anas bin Malik sebagai berdiri lama saat membaca ayat, bukan doa qunut yang spesifik.
Perbedaan pandangan ini adalah bagian dari kekayaan khazanah fiqih Islam yang harus disikapi dengan lapang dada dan saling menghormati.
2. Qunut Witir
Qunut Witir adalah doa qunut yang dibaca pada rakaat terakhir shalat Witir. Praktik ini juga memiliki perbedaan pendapat, terutama mengenai waktunya:
- Mazhab Syafi'i: Menganjurkan membaca qunut pada shalat Witir khusus pada separuh terakhir bulan Ramadhan, yaitu dimulai dari malam ke-16 Ramadhan hingga akhir bulan.
- Mazhab Hanafi dan Hanbali: Berpendapat bahwa qunut Witir disunnahkan untuk dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya di bulan Ramadhan.
- Mazhab Maliki: Umumnya tidak mempraktikkan Qunut Witir.
Dalil yang digunakan adalah riwayat bahwa Hasan bin Ali diajarkan doa qunut oleh Rasulullah SAW untuk dibaca dalam shalat Witir. Bacaan doa untuk Qunut Witir umumnya sama dengan bacaan untuk Qunut Subuh.
3. Qunut Nazilah
Qunut Nazilah (قنوت النازلة) adalah qunut yang dilakukan ketika umat Islam sedang menghadapi musibah besar, bencana alam, wabah penyakit, penindasan, atau peperangan. Inilah jenis qunut yang paling disepakati (muttafaq 'alaih) oleh seluruh mazhab. Hukumnya adalah sunnah.
Beberapa ketentuan terkait Qunut Nazilah:
- Waktu Pelaksanaan: Dibaca pada setiap shalat fardhu lima waktu, saat i'tidal di rakaat terakhir.
- Durasi: Dilakukan hingga musibah atau bencana tersebut berakhir atau reda.
- Isi Doa: Isi doanya tidak terikat pada teks tertentu. Doanya disesuaikan dengan musibah yang sedang terjadi. Biasanya berisi permohonan pertolongan kepada Allah, doa keselamatan bagi kaum muslimin, dan doa keburukan bagi pihak yang menzalimi.
- Pelaksanaan: Imam dianjurkan untuk mengeraskan suara saat membaca Qunut Nazilah agar makmum dapat mengamininya, bahkan dalam shalat yang bacaannya sirr (seperti Zuhur dan Asar).
Qunut Nazilah adalah manifestasi dari kepedulian sosial dan solidaritas umat Islam, di mana doa bersama dipanjatkan sebagai ikhtiar ruhani untuk mengatasi krisis kolektif.
Bacaan Doa Qunut, Transliterasi, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan Doa Qunut yang paling umum diajarkan, yang bersumber dari hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa'i, di mana Rasulullah SAW mengajarkannya kepada cucunya, Hasan bin Ali.
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ اِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Transliterasi Latin
"Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, falakal hamdu a'laa maa qadhaiit, astagfiruka wa atuubu ilaiik, wa shallallahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam."
Terjemahan Bahasa Indonesia
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku 'afiyah (keselamatan dan kesehatan) sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri 'afiyah. Uruslah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau urus. Berkahilah bagiku apa yang telah Engkau berikan. Lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau bela. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami, dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau tetapkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Tadabbur dan Makna Mendalam Setiap Kalimat Doa Qunut
Untuk benar-benar meresapi kekuatan doa ini, penting bagi kita untuk memahami makna di balik setiap permohonan yang kita panjatkan.
1. "Allahummahdinii fiiman hadaiit" (Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk)
Ini adalah permohonan paling fundamental. Kita meminta hidayah, bukan sekadar pengetahuan tentang mana yang benar dan salah, tetapi juga kekuatan untuk mengamalkan kebenaran tersebut. Hidayah yang diminta mencakup segala aspek: hidayah iman, hidayah ilmu, hidayah amal, dan hidayah untuk tetap istiqamah di jalan yang lurus hingga akhir hayat. Dengan menyertakan frasa "sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk," kita memohon untuk dimasukkan ke dalam golongan para nabi, orang-orang shiddiq, syuhada, dan orang-orang saleh.
2. "Wa 'aafinii fiiman 'aafaiit" (Dan berilah aku 'afiyah sebagaimana mereka yang telah Engkau beri 'afiyah)
'Afiyah adalah kata yang sangat kaya makna. Ia bukan sekadar "kesehatan fisik." 'Afiyah mencakup keselamatan dan kesejahteraan dari segala hal yang buruk, baik di dunia maupun di akhirat. Ini termasuk perlindungan dari penyakit fisik dan mental, dari musibah, dari fitnah, dari kemiskinan yang melalaikan, dari kezaliman orang lain, dan yang terpenting, perlindungan dari dosa dan azab neraka. Meminta 'afiyah adalah meminta paket perlindungan lengkap dari Allah SWT.
3. "Wa tawallanii fiiman tawallaiit" (Dan uruslah aku sebagaimana mereka yang telah Engkau urus)
Permohonan ini adalah deklarasi penyerahan diri total. "Tawallani" berasal dari kata waliy, yang berarti pelindung, penolong, dan pengurus. Kita memohon agar Allah menjadi Waliy kita, yang mengatur segala urusan kita dengan kasih sayang dan kebijaksanaan-Nya. Ketika Allah menjadi pengurus hidup kita, maka kita tidak akan pernah tersesat, tidak akan pernah celaka, dan akan selalu berada dalam naungan pertolongan-Nya. Ini adalah puncak dari tawakal.
4. "Wa baarik lii fiimaa a'thaiit" (Dan berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan)
Keberkahan (barakah) adalah bertambahnya kebaikan pada sesuatu. Rezeki yang sedikit namun berkah jauh lebih baik daripada rezeki yang banyak namun tidak membawa kebaikan. Dalam kalimat ini, kita memohon agar setiap nikmat yang Allah berikan—baik itu berupa harta, ilmu, keluarga, waktu, atau kesehatan—menjadi sumber kebaikan yang terus-menerus, mendatangkan manfaat di dunia dan pahala di akhirat.
5. "Wa qinii syarra maa qadhaiit" (Dan lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan)
Ini adalah pengakuan iman terhadap takdir (qadha dan qadar). Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketetapan Allah. Namun, kita juga diperintahkan untuk berdoa dan berikhtiar. Kalimat ini adalah doa agar kita dilindungi dari aspek buruk sebuah takdir. Misalnya, jika Allah menetapkan kita sakit, kita berdoa agar dilindungi dari keputusasaan dan keluh kesah akibat sakit tersebut. Jika Allah menetapkan kita menghadapi kesulitan, kita berdoa agar dilindungi dari dampak buruk kesulitan itu. Doa ini menunjukkan adab seorang hamba dalam menyikapi takdir-Nya.
6. "Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik" (Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu)
Bagian ini adalah penegasan atas tauhid rububiyah. Kita mengikrarkan bahwa hanya Allah yang memiliki otoritas mutlak dalam menentukan segala sesuatu di alam semesta. Tidak ada satu kekuatan pun yang dapat membatalkan atau menandingi ketetapan-Nya. Ini menguatkan keyakinan dan menghilangkan ketergantungan kepada selain Allah.
7. "Wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit" (Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau bela, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi)
Ini adalah deklarasi tentang sumber kemuliaan dan kehinaan yang sejati. Kemuliaan hakiki datang hanya dari pertolongan Allah, bukan dari jabatan, harta, atau status sosial. Sebaliknya, kehinaan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang menjadi musuh Allah, meskipun ia memiliki segala kemewahan dunia. Kalimat ini menanamkan rasa percaya diri dan izzah (kemuliaan diri) seorang mukmin yang bersandar hanya kepada Allah.
8. "Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit" (Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami, dan Maha Tinggi)
Ini adalah pujian dan pengagungan kepada Allah. Setelah memanjatkan berbagai permohonan, kita menutupnya dengan memuji-Nya, mengakui kesempurnaan dan ketinggian-Nya yang melampaui segala sesuatu. Ini adalah adab dalam berdoa.
9. Tambahan dari Khalifah Umar bin Khattab dan Lainnya
Kalimat selanjutnya seperti "Falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astagfiruka wa atuubu ilaiik" (Bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau tetapkan, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu) adalah tambahan yang baik (hasan) yang seringkali diriwayatkan dari para sahabat, termasuk Umar bin Khattab. Ini menyempurnakan doa dengan pujian, syukur atas takdir, dan istighfar sebagai pengakuan atas segala kekurangan diri.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut
Praktik membaca Doa Qunut memiliki beberapa panduan teknis (fiqih) yang perlu diperhatikan, baik bagi imam maupun makmum, atau saat shalat sendirian (munfarid).
1. Waktu dan Posisi
Doa Qunut dibaca setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) pada rakaat terakhir suatu shalat (misalnya rakaat kedua Subuh atau rakaat terakhir Witir). Setelah membaca "Sami'allahu liman hamidah" dan "Rabbanaa lakal hamdu," posisi tubuh tetap tegak berdiri sebelum melanjutkan ke sujud.
2. Mengangkat Tangan
Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan saat membaca Doa Qunut, sebagaimana dilakukan saat takbiratul ihram, dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit. Ini didasarkan pada beberapa riwayat dan praktik para sahabat. Setelah selesai berdoa, tidak dianjurkan untuk mengusap wajah dengan kedua tangan, karena tidak ada dalil yang shahih mengenai hal ini dalam konteks qunut shalat.
3. Suara Imam dan Peran Makmum
Ketika shalat berjamaah, imam disunnahkan untuk mengeraskan (jahr) bacaan Doa Qunut agar dapat didengar dan diamini oleh makmum. Imam juga dianjurkan untuk menggunakan lafal jamak dalam doanya, misalnya mengganti "-nii" (untukku) menjadi "-naa" (untuk kami). Contohnya: "Allahummahdinaa fiiman hadaiit..." (Ya Allah, berilah kami petunjuk...).
Peran makmum adalah mendengarkan doa imam dengan khusyuk dan mengucapkan "Aamiin" di setiap akhir jeda kalimat doa. Jika imam memanjatkan pujian (seperti pada bagian "Fa innaka taqdhii..."), makmum bisa ikut membacanya dengan suara pelan atau cukup diam mendengarkan.
4. Bagaimana Jika Lupa Membaca Qunut?
Bagi penganut mazhab yang menganggap Qunut Subuh sebagai sunnah mu'akkadah (seperti Mazhab Syafi'i), jika seseorang lupa membaca Doa Qunut dan sudah terlanjur turun untuk sujud, maka ia tidak perlu kembali berdiri. Namun, ia disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi (dua kali sujud) sebelum salam untuk menutupi kekurangan tersebut. Jika sengaja ditinggalkan, shalatnya tetap sah tetapi ia kehilangan keutamaan sunnah tersebut.
Kesimpulan: Qunut Sebagai Manifestasi Penghambaan
Doa Qunut lebih dari sekadar rutinitas ibadah. Ia adalah dialog intim seorang hamba dengan Tuhannya. Di dalamnya terkandung pengakuan total akan kelemahan diri dan kebergantungan mutlak kepada Allah SWT. Setiap kalimatnya adalah permohonan yang mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari petunjuk spiritual, kesehatan jasmani dan rohani, perlindungan dari segala mara bahaya, hingga keberkahan dalam setiap nikmat.
Baik itu Qunut Subuh yang menjadi wirid harian, Qunut Witir yang menghiasi malam-malam Ramadhan, maupun Qunut Nazilah yang menjadi senjata di kala kesulitan, semuanya bermuara pada satu hakikat: bahwa seorang muslim tidak pernah lepas dari rahmat dan pertolongan Allah. Dengan memahami dan meresapi maknanya, Doa Qunut akan menjadi sumber kekuatan, ketenangan, dan optimisme dalam menjalani setiap episode kehidupan, seraya menguatkan ikatan vertikal kita dengan Sang Pencipta.