Memahami Duduk di Antara Dua Sujud: Nama, Makna, dan Tata Caranya
Shalat adalah tiang agama, sebuah ibadah agung yang terdiri dari serangkaian gerakan dan bacaan yang penuh makna. Setiap detail dalam shalat, mulai dari niat hingga salam, memiliki landasan, hikmah, dan aturan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu gerakan penting yang seringkali menjadi pertanyaan adalah posisi istirahat sejenak di antara dua sujud. Banyak yang bertanya, duduk diantara dua sujud disebut apa?
Jawaban singkat dan yang paling umum diterima adalah: Duduk Iftirasy. Namun, penamaan ini hanyalah gerbang awal untuk memahami sebuah rukun shalat yang sarat dengan permohonan, kepasrahan, dan kebutuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan duduk di antara dua sujud, mulai dari penamaan, definisi, hukum, tata cara yang benar, hingga perenungan mendalam atas setiap kata dalam doanya.
Ilustrasi posisi duduk iftirasy di antara dua sujud dalam shalat.
Penamaan dan Definisi: Iftirasy vs Tawarruk
Dalam fiqh (ilmu hukum Islam), terdapat dua istilah utama untuk posisi duduk dalam shalat, yaitu Iftirasy dan Tawarruk. Memahami perbedaan keduanya adalah kunci untuk menjawab pertanyaan "duduk diantara dua sujud disebut apa?".
1. Duduk Iftirasy (الافتراش)
Secara bahasa, kata Iftirasy berasal dari akar kata farasha (فرش) yang berarti menghamparkan atau membentangkan, seperti membentangkan permadani atau kasur. Dalam konteks gerakan shalat, duduk iftirasy adalah posisi duduk dengan cara:
- Menduduki telapak kaki kiri yang dihamparkan (dibentangkan).
- Menegakkan telapak kaki kanan.
- Jari-jemari kaki kanan diluruskan dan dihadapkan ke arah kiblat.
- Kedua tangan diletakkan di atas paha dekat dengan lutut, dengan jari-jari sedikit direnggangkan.
Posisi inilah yang secara spesifik dilakukan pada saat duduk di antara dua sujud. Selain itu, duduk iftirasy juga dilakukan pada saat tasyahud awal (tahiyat awal) dalam shalat yang memiliki lebih dari dua rakaat (seperti shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya).
Dalil mengenai cara duduk ini sangat kuat, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha yang menjelaskan sifat shalat Nabi Muhammad SAW:
"Dan beliau (Nabi) menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya." (HR. Muslim no. 498)
Dalam riwayat lain dari Abu Humaid As-Sa'idi yang menceritakan sifat shalat Nabi di hadapan para sahabat, beliau berkata:
"...Kemudian beliau melipat kaki kirinya dan duduk di atasnya, lalu beliau kembali i'tidal (tegak seimbang) hingga setiap tulang kembali ke tempatnya..." (HR. Tirmidzi no. 304, dan beliau mengatakan hadits ini hasan shahih).
2. Duduk Tawarruk (التورّك)
Kata Tawarruk berasal dari kata al-warik (الورك) yang berarti panggul atau pangkal paha. Duduk tawarruk adalah posisi duduk yang sedikit berbeda, dengan cara:
- Pantat/panggul kiri menempel langsung ke lantai.
- Kaki kiri dimasukkan ke bawah betis kaki kanan.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jari menghadap kiblat (sama seperti iftirasy).
- Terkadang, kaki kanan juga bisa dibentangkan.
Posisi duduk tawarruk ini secara khusus dilakukan pada saat tasyahud akhir (tahiyat akhir) pada shalat yang memiliki dua tasyahud (shalat tiga atau empat rakaat). Tujuannya adalah untuk membedakan antara tasyahud awal dan tasyahud akhir.
Dalilnya juga berdasarkan hadits dari Abu Humaid As-Sa'idi radhiyallahu 'anhu:
"Apabila beliau duduk pada rakaat terakhir, beliau majukan kaki kirinya dan beliau tegakkan kaki yang lain (kanan), dan beliau duduk di atas panggulnya." (HR. Bukhari no. 828)
Kesimpulan Penamaan
Dari penjelasan di atas, menjadi sangat jelas bahwa duduk diantara dua sujud disebut Duduk Iftirasy. Ini adalah posisi yang disepakati oleh mayoritas ulama berdasarkan hadits-hadits shahih yang menggambarkan cara shalat Rasulullah SAW. Menggunakan posisi duduk tawarruk pada saat duduk di antara dua sujud adalah kekeliruan yang perlu dihindari.
Kedudukan dan Hukum Duduk di Antara Dua Sujud
Setelah mengetahui namanya, penting untuk memahami kedudukan gerakan ini dalam struktur shalat. Duduk di antara dua sujud bukan sekadar jeda atau istirahat, melainkan sebuah rukun shalat yang fundamental.
1. Bagian dari Rukun Shalat (Pilar Shalat)
Duduk di antara dua sujud termasuk dalam kategori rukun fi'li (rukun berupa perbuatan) dalam shalat. Rukun adalah pilar atau tiang penyangga. Artinya, jika salah satu rukun tidak dilaksanakan, maka shalat tersebut dianggap tidak sah dan harus diulang.
Meninggalkan rukun ini dengan sengaja dapat membatalkan shalat secara langsung. Apabila seseorang lupa melakukannya dan sudah telanjur berdiri untuk rakaat berikutnya, ia wajib kembali ke posisi duduk tersebut jika belum memulai membaca Al-Fatihah, atau jika sudah terlanjur, maka rakaat yang ia kerjakan menjadi tidak terhitung dan ia harus menambah satu rakaat lagi di akhir shalat, diiringi dengan sujud sahwi sebelum salam.
2. Wajibnya Tuma'ninah dalam Duduk
Aspek yang paling krusial dari rukun ini bukanlah sekadar 'duduk', melainkan duduk dengan tuma'ninah. Tuma'ninah secara bahasa berarti ketenangan, ketentraman, dan keheningan. Dalam istilah shalat, tuma'ninah adalah berhenti sejenak dalam sebuah gerakan hingga seluruh anggota badan dan persendian kembali tenang pada posisinya sebelum beralih ke gerakan selanjutnya.
Banyak orang yang shalat dengan tergesa-gesa, sehingga posisi duduk di antara dua sujud ini hanya seperti "mematuk" atau sekadar transit singkat. Padahal, tuma'ninah dalam rukun ini juga merupakan rukun tersendiri. Shalat yang dilakukan tanpa tuma'ninah dianggap tidak sah.
Dalilnya adalah hadits yang sangat terkenal, yaitu "hadits al-musi' shalatahu" (hadits tentang orang yang shalatnya buruk). Dalam hadits tersebut, seorang sahabat masuk masjid dan shalat, kemudian memberi salam kepada Nabi SAW. Nabi pun menyuruhnya, "Kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat." Hal ini terjadi tiga kali. Akhirnya orang itu meminta untuk diajari. Maka Nabi SAW bersabda, di antara petunjuknya adalah:
"...kemudian sujudlah hingga engkau tuma'ninah dalam sujudmu. Lalu bangkitlah (dari sujud) hingga engkau duduk dengan tuma'ninah. Kemudian sujudlah hingga engkau tuma'ninah dalam sujudmu. Lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu." (HR. Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397)
Hadits ini menjadi landasan utama kewajiban tuma'ninah pada setiap rukun shalat, termasuk saat duduk di antara dua sujud. Ukuran minimal tuma'ninah menurut para ulama adalah sekadar cukup untuk mengucapkan "Subhanallah". Namun, yang lebih utama adalah melakukannya hingga sempurna dengan membaca doa yang disunnahkan.
Bacaan Doa Duduk di Antara Dua Sujud dan Maknanya yang Mendalam
Momen duduk di antara dua sujud adalah salah satu waktu terbaik untuk memanjatkan doa. Rasulullah SAW telah mengajarkan sebuah doa yang sangat komprehensif, mencakup segala kebutuhan dunia dan akhirat. Meskipun terdapat beberapa variasi redaksi, doa yang paling masyhur dan lengkap adalah sebagai berikut.
رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي
Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii, wa'fu 'annii.
Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku (perbaikilah kekuranganku), angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan maafkanlah kesalahanku."
Doa ini diriwayatkan dalam beberapa hadits, di antaranya dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Mari kita selami makna mendalam dari setiap permohonan yang terkandung di dalamnya:
1. Robbighfirlii (رَبِّ اغْفِرْ لِي) - Ya Tuhanku, Ampunilah Aku
Ini adalah permohonan pertama dan utama. Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Mengakui dosa dan memohon ampunan (maghfirah) adalah langkah awal menuju kebaikan. Maghfirah berasal dari kata ghafara yang berarti menutupi. Kita memohon kepada Allah untuk menutupi dosa-dosa kita, tidak membukanya di dunia maupun di akhirat, dan menghapuskan hukumannya. Ini adalah pengakuan akan kelemahan diri dan keagungan Allah Yang Maha Pengampun.
2. Warhamnii (وَارْحَمْنِي) - Dan Rahmatilah Aku
Setelah memohon ampunan, kita memohon rahmat (rahmah) atau kasih sayang Allah. Rahmat Allah adalah sumber segala kebaikan. Dengan rahmat-Nya, kita bisa beribadah. Dengan rahmat-Nya, kita diberi kesehatan. Dengan rahmat-Nya, kita dimasukkan ke dalam surga. Permohonan ini mencakup permintaan agar Allah melimpahkan kasih sayang-Nya dalam segala urusan kita, baik yang telah lalu, sekarang, maupun yang akan datang.
3. Wajburnii (وَاجْبُرْنِي) - Dan Cukupkanlah Aku / Perbaikilah Kekuranganku
Kata jabr memiliki makna yang sangat kaya: memperbaiki sesuatu yang rusak, menambal yang kurang, mencukupi yang butuh, dan bahkan sedikit 'memaksa' ke arah kebaikan. Dalam doa ini, kita memohon agar Allah memperbaiki segala kekurangan kita. Kekurangan iman, kekurangan harta, kekurangan ilmu, kekurangan sabar. Kita meminta agar Allah menambal "keretakan" dalam jiwa kita, menyembuhkan luka batin, dan mencukupi segala hajat hidup kita.
4. Warfa'nii (وَارْفَعْنِي) - Dan Angkatlah Derajatku
Permohonan ini adalah untuk meminta ketinggian derajat (rif'ah). Bukan hanya ketinggian derajat di dunia dalam bentuk kehormatan atau jabatan, tetapi yang lebih penting adalah ketinggian derajat di sisi Allah. Kita memohon agar Allah mengangkat derajat kita melalui ilmu yang bermanfaat, amal shalih, dan keimanan yang kokoh, sehingga kita menjadi hamba yang mulia di hadapan-Nya dan kelak ditempatkan di surga yang tertinggi.
5. Warzuqnii (وَارْزُقْنِي) - Dan Berilah Aku Rezeki
Rezeki (rizq) seringkali disalahartikan hanya sebatas harta dan materi. Padahal, konsep rezeki dalam Islam sangatlah luas. Rezeki mencakup segala sesuatu yang bermanfaat bagi seorang hamba. Kesehatan adalah rezeki, keluarga yang harmonis adalah rezeki, teman yang baik adalah rezeki, rasa aman adalah rezeki, ilmu adalah rezeki, dan puncaknya adalah rezeki iman dan hidayah. Dengan doa ini, kita menyerahkan seluruh urusan rezeki kita kepada Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.
6. Wahdinii (وَاهْدِنِي) - Dan Berilah Aku Petunjuk
Hidayah atau petunjuk adalah kebutuhan terbesar manusia. Tanpa hidayah Allah, akal secerdas apapun bisa tersesat. Kita memohon dua jenis hidayah: hidayah al-irsyad (petunjuk berupa ilmu dan penjelasan tentang kebenaran) dan hidayah at-taufiq (petunjuk berupa kemauan dan kemampuan untuk mengamalkan kebenaran tersebut). Kita meminta agar selalu dibimbing di atas jalan yang lurus dalam setiap langkah, pilihan, dan keputusan hidup.
7. Wa'aafinii (وَعَافِنِي) - Dan Sehatkanlah Aku
Permohonan 'afiyah adalah permintaan untuk diselamatkan dan disehatkan dari segala macam penyakit dan keburukan. Ini mencakup kesehatan jasmani dari berbagai penyakit fisik, dan juga kesehatan rohani dari penyakit hati seperti hasad, riya', sombong, dan syahwat. Lebih dari itu, 'afiyah juga berarti keselamatan dari fitnah, musibah, dan segala marabahaya di dunia dan akhirat.
8. Wa'fu 'annii (وَاعْفُ عَنِّي) - Dan Maafkanlah Kesalahanku
Di akhir, kita kembali memohon ampunan, tetapi dengan redaksi yang berbeda, yaitu 'afwun. Para ulama menjelaskan bahwa 'afwun (maaf) memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari maghfirah (ampunan). Jika maghfirah adalah menutupi dosa, maka 'afwun adalah menghapusnya sama sekali dari catatan amal, seolah-olah dosa itu tidak pernah terjadi. Ini adalah puncak harapan seorang hamba: agar Allah menghapus total kesalahannya tanpa sisa.
Variasi Bacaan Doa
Ada juga riwayat yang menyebutkan bacaan yang lebih singkat. Dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi SAW membaca di antara dua sujud:
رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي
Robbighfirlii, Robbighfirlii.
Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku. Ya Tuhanku, ampunilah aku." (HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah, shahih).
Mengamalkan bacaan ini juga sah dan sesuai dengan sunnah. Namun, menggabungkan dan membaca doa yang lebih panjang tentu lebih utama karena mencakup permohonan yang lebih lengkap dan menyeluruh.
Pandangan Empat Mazhab Mengenai Duduk di Antara Dua Sujud
Para ulama dari empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa duduk di antara dua sujud adalah rukun shalat. Namun, terdapat sedikit perbedaan pandangan mengenai detail tata cara posisi duduk dan hukum bacaan doanya.
Mazhab Syafi'i dan Hanbali
Kedua mazhab ini berpendapat bahwa cara duduk yang disunnahkan pada saat duduk di antara dua sujud adalah duduk iftirasy. Ini adalah pendapat mayoritas dan yang paling kuat dalilnya berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya. Pandangan ini adalah yang paling umum diamalkan di Indonesia dan banyak negara lainnya.
Mengenai bacaan doanya, Mazhab Syafi'i menghukuminya sebagai sunnah. Artinya, jika dibaca akan mendapatkan pahala, namun jika ditinggalkan (dengan tetap melakukan duduk dan tuma'ninah), shalatnya tetap sah. Sementara itu, Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang lebih tegas, mereka menghukumi bacaan "Robbighfirlii" minimal sekali sebagai wajib. Meninggalkannya dengan sengaja dapat membatalkan shalat menurut mereka, dan jika lupa, wajib melakukan sujud sahwi.
Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi juga menyunnahkan duduk di antara dua sujud dengan posisi yang mirip iftirasy. Namun, mereka memiliki pandangan khusus untuk wanita, yaitu disunnahkan bagi wanita untuk duduk dengan cara mengeluarkan kedua kakinya ke arah kanan (mirip tawarruk ringan) karena dianggap lebih menutupi aurat. Bacaan doa di antara dua sujud menurut mereka hukumnya adalah sunnah.
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai posisi duduk. Menurut mereka, posisi duduk yang dianjurkan (mandub) dalam semua jenis duduk shalat (baik di antara sujud maupun tasyahud) adalah posisi yang mendekati tawarruk, yaitu dengan menduduki panggul kiri dan mengeluarkan kedua kaki ke sisi kanan. Mereka berargumen bahwa ini adalah posisi yang paling nyaman dan membantu kekhusyukan. Adapun bacaan doa spesifik di antara dua sujud tidak dianggap sebagai sunnah yang ditekankan, meskipun berdoa secara umum tetap dianjurkan.
Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan keluasan khazanah fiqh Islam dan merupakan rahmat. Bagi kita sebagai umat Islam, mengikuti pendapat mayoritas ulama (jumhur) yang berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat, yaitu melakukan duduk iftirasy dan membaca doanya, adalah pilihan yang paling aman dan utama.
Hikmah dan Manfaat di Balik Gerakan dan Doa
Setiap gerakan dan bacaan shalat memiliki hikmah yang agung, baik dari sisi spiritual maupun fisik. Duduk di antara dua sujud pun demikian.
Hikmah Spiritual
- Momen Refleksi dan Permohonan: Posisi ini adalah jeda di antara dua sujud. Sujud adalah puncak ketundukan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Jeda di antaranya menjadi momen emas untuk merenung dan memaparkan segala hajat dan kekurangan kita kepada Allah.
- Pelajaran tentang Keseimbangan: Shalat mengajarkan keseimbangan antara ketundukan total (sujud) dan permohonan (duduk). Ini mencerminkan kehidupan, di mana kita harus menyeimbangkan antara ikhtiar, tawakal, dan doa.
- Pengakuan Ketergantungan Total: Isi doa yang dibaca adalah pengakuan mutlak bahwa kita tidak memiliki daya dan upaya. Kita butuh ampunan, rahmat, pertolongan, rezeki, petunjuk, dan kesehatan dari Allah semata. Ini mengikis sifat sombong dan menumbuhkan sifat tawadhu'.
Manfaat Kesehatan
Meskipun tujuan utama ibadah adalah untuk Allah, banyak gerakan shalat yang secara ilmiah terbukti memiliki manfaat bagi kesehatan fisik. Posisi duduk iftirasy, jika dilakukan dengan benar, dapat memberikan beberapa manfaat:
- Meningkatkan Fleksibilitas: Posisi ini meregangkan otot-otot di sekitar pergelangan kaki, lutut, dan paha. Ini membantu menjaga kelenturan sendi-sendi bagian bawah tubuh.
- Memperbaiki Postur: Duduk tegak dengan punggung lurus pada posisi iftirasy membantu melatih otot-otot inti dan memperbaiki postur tubuh secara keseluruhan.
- Melancarkan Peredaran Darah: Tekanan yang terjadi pada area paha dan betis dapat membantu melancarkan sirkulasi darah di area kaki setelah melakukan sujud.
- Membantu Sistem Pencernaan: Beberapa pakar kesehatan meyakini bahwa tekanan ringan pada area perut saat duduk dapat membantu merangsang organ-organ pencernaan.
Kesimpulan
Jadi, untuk menjawab pertanyaan utama, duduk diantara dua sujud disebut Duduk Iftirasy. Ini bukan sekadar gerakan transisi, melainkan sebuah rukun shalat yang fundamental yang wajib dilaksanakan dengan tuma'ninah (ketenangan).
Lebih dari sekadar nama dan gerakan, posisi ini adalah sebuah oase spiritual di tengah shalat. Ia adalah waktu di mana seorang hamba, setelah merendahkan dirinya di titik terendah dalam sujud, bangkit sejenak untuk memohon segala kebutuhan paling esensial dalam hidupnya kepada Sang Pencipta. Delapan permohonan agung yang terangkai dalam doanya—ampunan, rahmat, kecukupan, ketinggian derajat, rezeki, petunjuk, kesehatan, dan maaf—adalah peta jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semoga dengan memahami seluk-beluk duduk di antara dua sujud ini, kita dapat melaksanakan shalat dengan lebih baik, lebih khusyuk, dan lebih meresapi setiap gerakan dan bacaannya, sehingga shalat kita benar-benar menjadi penyejuk hati dan tiang penyangga kehidupan kita.