Dalam lembaran sejarah Islam yang gemilang, terdapat banyak nama para Sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang memancarkan cahaya keimanan, ketakwaan, dan ilmu pengetahuan. Di antara nama-nama besar tersebut, bersinar teranglah sosok Muzah, atau yang lebih dikenal dengan nama mulia Mu'adh ibn Jabal. Beliau adalah salah satu dari sedikit Sahabat yang diakui secara luas memiliki pemahaman yang mendalam tentang hukum Islam, Al-Qur'an, dan Sunnah Rasulullah ﷺ. Kisah hidupnya adalah teladan inspiratif tentang bagaimana seorang individu dapat mendedikasikan hidupnya untuk mencari ilmu, menyebarkan kebenaran, dan berjuang di jalan Allah dengan integritas dan kebijaksanaan.
Artikel ini akan membawa kita menyelami kehidupan Muzah, dari masa mudanya di Madinah, perjalanannya memeluk Islam, kedudukannya di mata Rasulullah ﷺ, hingga warisan abadi yang ia tinggalkan bagi umat manusia. Kita akan mengupas bagaimana beliau menjadi seorang guru, hakim, dan dai yang ulung, serta bagaimana metode dan ajaran-ajarannya terus relevan hingga hari ini. Mempelajari Muzah berarti memahami esensi dakwah, pentingnya ilmu, dan ketulusan dalam beramal.
Ilustrasi gulungan kertas dan pena, melambangkan pentingnya ilmu dan catatan dalam sejarah Muzah.
Nama lengkap beliau adalah Mu'adh ibn Jabal ibn 'Amr ibn Aws al-Khazraji al-Ansari. Beliau lahir di Madinah, yang saat itu dikenal sebagai Yatsrib, dan merupakan salah satu kaum Ansar yang awal memeluk Islam. Mu'adh dikenal sejak usia muda memiliki kecerdasan yang luar biasa, daya ingat yang kuat, dan akhlak yang mulia. Ciri-ciri inilah yang kemudian menarik perhatian Rasulullah ﷺ dan menjadikannya salah satu Sahabat terdekat dan terpercaya.
Beliau memeluk Islam pada usia yang relatif muda, sekitar 18 atau 20 tahun, bersamaan dengan gelombang pertama kaum Ansar yang menerima dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Keislamannya bukan sekadar pengucapan syahadat, melainkan diikuti dengan dedikasi penuh untuk mempelajari ajaran baru ini dari sumber utamanya: Rasulullah ﷺ sendiri. Kedekatan ini memungkinkannya untuk menyerap ilmu langsung dari sang Nabi, menjadikan beliau rujukan utama dalam banyak persoalan keagamaan.
Muzah bukanlah sekadar seorang pengikut; beliau adalah seorang murid sejati yang haus akan pengetahuan. Beliau menghabiskan banyak waktunya di majelis Rasulullah, mencatat, bertanya, dan memahami setiap detail ajaran Islam. Kecakapannya dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah, serta kemampuannya dalam berijtihad (menetapkan hukum berdasarkan pemahaman mendalam), menempatkannya pada posisi yang istimewa di antara para Sahabat.
Rasulullah ﷺ sendiri sering memuji Muzah. Salah satu pujian yang paling terkenal adalah sabda beliau, "Umatku yang paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Mu'adh ibn Jabal." Pujian ini bukanlah sekadar sanjungan, melainkan pengakuan resmi dari Nabi Muhammad ﷺ atas keahlian Mu'adh dalam bidang fikih dan syariat. Ini menunjukkan bahwa Mu'adh memiliki pemahaman yang komprehensif tentang batasan-batasan hukum Islam, membedakan mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
Selain itu, Rasulullah ﷺ juga bersabda, "Pelajarilah Al-Qur'an dari empat orang: Abdullah ibn Mas'ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay ibn Ka'b, dan Mu'adh ibn Jabal." Penempatan namanya bersama para Qari' dan penghafal Al-Qur'an terbaik lainnya membuktikan kemahiran Mu'adh dalam tilawah dan pemahaman ayat-ayat suci tersebut. Kedudukan ini menjadikannya rujukan bagi para Sahabat lain yang ingin mendalami Al-Qur'an dan hukum-hukumnya.
Kasih sayang dan kepercayaan Rasulullah ﷺ kepada Muzah juga terlihat dari momen-momen intim di mana Nabi seringkali mengajarkan kepadanya doa-doa khusus atau memberikan nasehat-nasehat berharga secara personal, seperti doa setelah shalat: "Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan baik." Ini menunjukkan tingkat kedekatan spiritual dan intelektual antara Muzah dan Nabi ﷺ.
Sejak awal keislamannya, Muzah dikenal sebagai seorang yang sangat gemar menuntut ilmu. Beliau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk belajar dari Rasulullah ﷺ. Kecerdasannya yang tajam dan daya ingatnya yang kuat membuatnya mampu menguasai banyak ilmu dalam waktu singkat. Namun, yang lebih penting dari sekadar menghafal, Muzah memiliki kemampuan untuk memahami esensi dan hikmah di balik setiap ajaran.
Beliau bukan hanya seorang pembelajar yang baik, tetapi juga seorang pengajar yang ulung. Setelah menguasai ilmu, Muzah tidak menyimpannya untuk diri sendiri. Beliau dengan tulus membagikan pengetahuannya kepada kaum Muslimin lainnya, baik di Madinah maupun di daerah-daerah yang ia kunjungi. Majelis ilmu yang dipimpinnya selalu ramai dihadiri oleh para Sahabat dan tabi'in yang haus akan ilmu.
Metode pengajarannya dikenal sangat efektif. Beliau mampu menjelaskan konsep-konsep yang kompleks dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Kecintaannya pada ilmu dan umat tercermin dari kesabarannya dalam membimbing dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, bahkan dari mereka yang baru belajar. Inilah yang membuat Muzah sangat dihormati sebagai seorang ulama dan mursyid (pembimbing spiritual) di masanya.
Seperti yang disabdakan Nabi ﷺ, Muzah adalah yang paling memahami halal dan haram. Keahliannya dalam fikih sangat diakui. Beliau tidak hanya menghafal hukum-hukum, tetapi juga memahami dasar-dasar syariat, tujuan-tujuan (maqashid) syariah, serta konteks di mana hukum-hukum itu diterapkan. Ini memungkinkannya untuk memberikan fatwa dan keputusan hukum yang bijaksana dan adil, disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Kisah terkenal mengenai pengutusannya ke Yaman menunjukkan betapa mendalamnya pemahaman fikih Muzah dan bagaimana Rasulullah ﷺ mempercayainya. Ketika Rasulullah ﷺ bertanya, "Bagaimana kamu akan memutuskan jika suatu perkara datang kepadamu?" Muzah menjawab, "Aku akan memutuskan dengan Kitabullah (Al-Qur'an)." Nabi bertanya lagi, "Jika tidak kamu temukan di Kitabullah?" Muzah menjawab, "Aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasulullah." Nabi bertanya lagi, "Jika tidak kamu temukan juga di Sunnah Rasulullah?" Muzah menjawab, "Aku akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan melampaui batas." Rasulullah ﷺ pun menepuk dada Muzah sambil berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridhai Rasulullah."
Hadits ini adalah pondasi penting dalam metodologi hukum Islam, menunjukkan legitimasi ijtihad (penalaran independen) ketika dalil nash (teks Al-Qur'an dan Sunnah) tidak secara eksplisit membahas suatu masalah. Ini juga membuktikan kematangan intelektual dan keberanian Muzah dalam menghadapi tantangan hukum yang baru, sebuah ciri khas seorang mujtahid sejati.
Muzah adalah salah satu dari sedikit Sahabat yang berhasil menghafal seluruh Al-Qur'an pada masa hidup Rasulullah ﷺ. Beliau bukan hanya penghafal, tetapi juga seorang ahli tafsir. Beliau memahami konteks turunnya ayat-ayat (asbabun nuzul), makna-makna tersirat, dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuannya tentang Al-Qur'an menjadikannya rujukan bagi para Sahabat yang ingin memahami kalamullah secara lebih mendalam.
Selain Al-Qur'an, Muzah juga meriwayatkan sejumlah hadits dari Rasulullah ﷺ. Kehati-hatiannya dalam meriwayatkan hadits dan pemahamannya yang mendalam terhadap Sunnah menjadikan riwayat-riwayatnya sangat terpercaya. Beliau adalah salah satu mata rantai penting dalam transmisi ilmu kenabian kepada generasi berikutnya, memastikan bahwa ajaran Rasulullah ﷺ terpelihara kemurniannya.
Beliau juga dikenal karena kemampuannya dalam memahami Hadits-hadits yang memiliki derajat yang berbeda, serta bagaimana menerapkan prinsip-prinsip fiqh pada teks-teks Hadits tersebut. Ini adalah indikasi lain dari kedalaman pengetahuannya yang menyeluruh, bukan hanya pada hafalan tetapi juga pada analisis dan aplikasi.
Lentera sebagai simbol bimbingan dan cahaya ilmu yang dibawa oleh Muzah.
Salah satu peristiwa penting yang menunjukkan kepercayaan Rasulullah ﷺ kepada Muzah adalah pengutusannya sebagai utusan dan hakim ke Yaman. Ini adalah misi yang sangat krusial, mengingat Yaman adalah wilayah yang luas dengan masyarakat yang beragam, dan baru saja mulai memeluk Islam. Mengirim seorang pemuda seperti Muzah untuk tugas sebesar ini menunjukkan pengakuan Nabi ﷺ terhadap kapasitasnya yang luar biasa.
Muzah diutus bukan hanya sebagai pengumpul zakat, tetapi juga sebagai pendidik, pengajar Al-Qur'an, dan hakim yang memutuskan perselisihan berdasarkan syariat Islam. Ini adalah tanggung jawab ganda yang membutuhkan tidak hanya ilmu yang mendalam tetapi juga kebijaksanaan, kesabaran, dan kemampuan diplomasi yang tinggi.
Di Yaman, Muzah menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Beliau mengajarkan prinsip-prinsip dasar Islam kepada penduduk setempat, mulai dari tauhid, shalat, zakat, hingga akhlak mulia. Beliau menggunakan pendekatan yang bijaksana, tidak memaksakan, tetapi mengajak dengan hikmah dan nasihat yang baik.
Muzah juga mendirikan majelis-majelis ilmu di berbagai wilayah Yaman, mengajarkan Al-Qur'an dan Sunnah kepada mereka yang baru masuk Islam. Beliau adalah teladan hidup bagi mereka, menunjukkan bagaimana Islam dapat diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Kesabarannya dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit dan kemampuannya menjelaskan ajaran Islam secara logis dan meyakinkan membuat banyak penduduk Yaman tertarik dan memeluk Islam.
Sebagai hakim, Muzah menerapkan prinsip keadilan yang ditegakkan di atas syariat. Beliau mendengarkan setiap pihak dengan seksama, mencari kebenaran, dan memutuskan berdasarkan bukti dan dalil. Penduduk Yaman sangat menghormati keputusan-keputusannya karena mereka melihat keadilan dan kebijaksanaan yang terpancar darinya.
Keberhasilan misi Muzah di Yaman tidak hanya terletak pada jumlah orang yang memeluk Islam, tetapi juga pada pondasi kuat yang ia letakkan untuk pengembangan Islam di wilayah tersebut. Beliau meninggalkan jejak berupa komunitas Muslim yang teredukasi, memiliki pemahaman agama yang kuat, dan mampu menjalankan syariat secara mandiri.
Selain keilmuannya yang mendalam, Muzah juga dikenal karena akhlaknya yang mulia. Beliau adalah pribadi yang rendah hati, dermawan, jujur, dan memiliki integritas tinggi. Karakter inilah yang melengkapi pengetahuannya, menjadikannya figur yang sempurna untuk dijadikan teladan.
Sifat-sifat terpuji ini bukan hanya teori, melainkan praktik nyata dalam kehidupannya sehari-hari. Beliau adalah cerminan dari ajaran Islam yang ia pahami dan sebarkan.
Meskipun wafat pada usia muda, sekitar 33 tahun, akibat wabah penyakit di Syam (sekarang Suriah) pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab, warisan Muzah tetap hidup dan terus memberikan inspirasi bagi umat Islam sepanjang masa. Kontribusinya sangat signifikan dalam beberapa aspek:
Kisah pengutusannya ke Yaman dan hadits tentang ijtihadnya menjadi landasan penting bagi pengembangan ilmu fikih dalam Islam. Beliau menunjukkan bahwa akal sehat yang dibimbing oleh Al-Qur'an dan Sunnah memiliki peran vital dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang belum diatur secara eksplisit. Metode ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para ulama mazhab dan menjadi salah satu ciri khas fleksibilitas syariat Islam.
Muzah mengajarkan pentingnya pemahaman yang mendalam, bukan sekadar hafalan. Beliau menekankan bahwa seorang mujtahid harus memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang nash (teks), konteks, dan tujuan syariat agar dapat menghasilkan putusan yang adil dan sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya. Warisan ini terus relevan dalam menghadapi isu-isu kontemporer yang tidak ada presedennya pada masa awal Islam.
Muzah adalah teladan bagi para pendidik dan dai. Dedikasinya dalam menyebarkan ilmu dan membimbing umat menunjukkan bahwa dakwah adalah tugas mulia yang membutuhkan kesabaran, kebijaksanaan, dan keikhlasan. Beliau tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menjadi contoh hidup dari ajaran yang ia sampaikan.
Metode dakwahnya yang persuasif dan pendidikannya yang komprehensif di Yaman menjadi model bagi pengembangan pendidikan Islam di masa-masa berikutnya. Beliau menunjukkan bahwa membangun masyarakat Muslim yang kuat membutuhkan lebih dari sekadar konversi; ia membutuhkan pembinaan spiritual dan intelektual yang berkelanjutan.
Banyak hadits dan fatwa yang diriwayatkan dari Muzah menjadi sumber rujukan penting dalam literatur Islam. Para ulama dan ahli fikih seringkali merujuk pada pendapat-pendapatnya dalam membahas berbagai masalah keagamaan. Keilmuannya yang diakui oleh Rasulullah ﷺ menjadikannya salah satu otoritas utama dalam bidang syariat.
Karyanya, meskipun tidak dalam bentuk buku tulisan tangan seperti ulama berikutnya, hidup dalam ingatan para muridnya dan riwayat-riwayat yang tersebar. Setiap kali nama Muzah disebut dalam konteks ilmu, itu adalah pengingat akan kedalaman pengetahuannya yang tak tertandingi di masanya.
Keberanian Muzah dalam menyampaikan kebenaran, bahkan kepada penguasa, serta integritasnya dalam menjalankan amanah sebagai hakim dan utusan, adalah inspirasi bagi setiap Muslim. Beliau menunjukkan bahwa kekuasaan atau status sosial tidak boleh mengalahkan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan Islam.
Hidupnya adalah bukti bahwa seorang Muslim harus memiliki prinsip yang teguh, tidak goyah oleh godaan dunia, dan selalu mengedepankan keridhaan Allah dalam setiap tindakan dan keputusannya. Ini adalah warisan akhlak yang tak ternilai harganya.
Untuk lebih memahami sosok Muzah, mari kita telaah beberapa kisah dan nasihat yang diriwayatkan dari beliau:
Diriwayatkan bahwa suatu ketika, Mu'adh naik unta bersama Rasulullah ﷺ. Nabi bertanya kepadanya, "Wahai Mu'adh, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?" Mu'adh menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi kemudian menjelaskan, "Hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah bahwa Dia tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun."
Kisah ini menunjukkan betapa besar perhatian Rasulullah ﷺ terhadap Muzah, hingga beliau berkenan berbagi ilmu tentang hal-hal fundamental dalam Islam secara personal. Ini juga menunjukkan Muzah sebagai penerima ilmu yang sangat terpercaya. Hadits ini menjadi salah satu hadits agung dalam Islam yang mengajarkan inti tauhid dan janji Allah bagi para penganutnya yang ikhlas.
Suatu ketika, ketika Muzah telah menjadi ulama besar di Syam, beliau ditanya, "Bagaimana keadaanmu di pagi hari?" Beliau menjawab, "Di pagi hari aku menjadi orang yang ingin kebaikan, namun takut akan keburukan. Aku takut pada siksa Allah, namun berharap rahmat-Nya." Ini menunjukkan kepekaan spiritual dan kerendahan hatinya yang luar biasa.
Beliau juga pernah berkata, "Ilmu itu laksana laut. Ia tidak akan pernah habis. Barangsiapa yang menyelaminya dengan niat ikhlas, ia akan mendapatkan mutiara-mutiara hikmah." Pernyataan ini mencerminkan semangatnya yang tak pernah pudar dalam mencari dan menyebarkan ilmu. Bagi Muzah, ilmu bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melayani umat.
Meskipun memiliki kedudukan yang tinggi di mata umat, Muzah dikenal menjalani hidup yang sederhana. Beliau tidak pernah tergiur oleh kemewahan dunia. Harta benda bukanlah prioritas utamanya, melainkan ilmu dan amal shalih. Kesederhanaannya ini menjadi teladan bagi para pemimpin dan ulama bahwa kekayaan sejati adalah ketakwaan dan manfaat yang diberikan kepada orang lain.
Beliau pernah menolak hadiah dan jabatan yang megah jika dirasa akan mengganggu fokusnya pada ilmu dan dakwah. Hal ini menunjukkan prioritas hidupnya yang jelas, yaitu mencari keridhaan Allah dan mengabdikan diri untuk Islam.
Ketika wafatnya tiba karena wabah Tha'un Amwas di Syam, Muzah diriwayatkan berkata di ranjang kematiannya, "Wahai Allah, Engkau tahu bahwa aku tidak mencintai dunia dan tidak ingin hidup lebih lama untuk menanam pohon atau mengalirkan sungai, tetapi aku ingin tetap hidup untuk menghadapi dahaga di tengah terik matahari (karena puasa), untuk menahan lapar di musim dingin (karena qiyamul lail), dan untuk bertarung di hadapan para ulama dalam majelis ilmu."
Ucapan terakhir ini adalah puncak dari karakter Muzah. Beliau tidak takut mati, justru rindu akan amal shalih dan ilmu. Ini adalah bukti nyata dari keikhlasan dan dedikasi hidupnya yang sepenuhnya untuk Allah. Kata-katanya menginspirasi jutaan orang untuk menimbang kembali prioritas hidup mereka dan berinvestasi pada hal-hal yang abadi.
Dari kisah hidup dan warisan Muzah, kita dapat memetik banyak pelajaran berharga yang relevan untuk setiap Muslim di setiap zaman:
Muzah adalah mutiara tak ternilai dalam khazanah Islam, sebuah sosok yang keilmuan, kebijaksanaan, dan akhlaknya terus menginspirasi. Namanya akan selalu dikenang sebagai salah satu Sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ, paling alim, dan paling berpengaruh dalam membentuk fondasi awal peradaban Islam.
Penghormatan terhadap Muzah tidak hanya datang dari Rasulullah ﷺ, tetapi juga dari para Sahabat lainnya dan generasi setelahnya (Tabi'in). Umar ibn Khattab, khalifah kedua, sangat mengagumi Mu'adh dan pernah berkata, "Jika Mu'adh ibn Jabal tidak ada, maka binasalah Umar." Ini menunjukkan betapa besar ketergantungan Umar pada keilmuan dan pandangan fikih Muzah, terutama dalam memecahkan masalah-masalah hukum yang kompleks.
Abu Darda', seorang Sahabat besar lainnya yang juga dikenal alim, pernah berkata, "Mu'adh ibn Jabal adalah seorang imam, dan dia adalah seorang teladan bagi kita semua." Pujian ini datang dari seorang yang juga memiliki kedudukan tinggi dalam ilmu, mengindikasikan bahwa keutamaan Muzah diakui secara luas oleh rekan-rekannya.
Para Tabi'in, generasi setelah Sahabat, juga banyak yang belajar dan mengambil riwayat dari Muzah, baik secara langsung di Syam maupun melalui murid-muridnya. Mereka melihatnya sebagai salah satu ulama terbesar yang menjadi jembatan penting dalam transmisi ilmu kenabian. Hasan al-Basri, salah satu Tabi'in terkemuka, seringkali merujuk kepada fatwa dan pendapat Muzah dalam pelajaran-pelajaran fikihnya.
Banyak dari mereka yang belajar di Yaman atau Syam dari Muzah kemudian menjadi ulama-ulama besar di daerah masing-masing, meneruskan estafet ilmu yang telah dibangun oleh Muzah. Hal ini menunjukkan dampak jangka panjang dari upaya dakwah dan pendidikan yang beliau rintis.
Meskipun Muzah wafat pada masa awal Islam, metode dan pendekatan yang ia gunakan dalam ijtihad, dakwah, dan pendidikan terus menjadi inspirasi bagi para ulama mazhab dan mujtahid di generasi-generasi berikutnya. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad ibn Hanbal, semua mengakui pentingnya prinsip-prinsip yang diletakkan oleh Muzah, terutama dalam hal penggunaan akal (ra'yu) dalam batasan-batasan syariat.
Fatwa-fatwa Muzah seringkali dikutip dalam kitab-kitab fikih klasik sebagai salah satu pendapat Sahabat yang memiliki bobot dan otoritas. Ini menunjukkan bahwa warisan intelektualnya tidak hanya bersifat sementara, tetapi memiliki dampak yang berkesinambungan dalam pengembangan yurisprudensi Islam.
Kisah Muzah, atau Mu'adh ibn Jabal, adalah pengingat yang kuat bagi umat Islam di setiap zaman tentang pentingnya ilmu, akhlak, dan dedikasi dalam melayani agama Allah. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang penuh dengan tantangan dan kompleksitas, teladan Muzah menawarkan peta jalan yang jelas bagi setiap Muslim yang ingin menjalani hidup yang bermakna dan bermanfaat.
Kita perlu meneladani semangatnya dalam mencari ilmu tanpa henti, kemampuannya dalam memahami dan menerapkan syariat dengan bijaksana, integritasnya dalam beramal, dan keikhlasannya dalam berdakwah. Muzah mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati bukanlah harta atau jabatan, melainkan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang tulus.
Semoga dengan mempelajari dan merenungi kembali kehidupan Muzah, kita dapat mengambil inspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih berilmu, lebih berakhlak, dan lebih giat dalam menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Biarlah cahaya ilmu dan hikmah yang dipancarkan oleh Muzah terus menerangi jalan kita menuju keridhaan Ilahi.
Ia adalah bintang di antara bintang-bintang Sahabat, sebuah lentera penerang yang sinarnya tak pernah pudar, memberikan bimbingan kepada mereka yang tersesat dan menguatkan hati mereka yang beriman. Kisahnya akan terus diceritakan, ilmunya terus diajarkan, dan warisannya akan terus hidup, insya Allah, hingga akhir zaman.
Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di antara para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Amin.