Niat Puasa Rajab dan Artinya Secara Lengkap

Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Islam, bersama dengan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Pada bulan-bulan ini, setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya, dan sebaliknya, perbuatan dosa juga memiliki bobot yang lebih berat. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, salah satunya adalah dengan melaksanakan puasa sunnah. Kunci utama dari setiap ibadah, termasuk puasa, adalah niat. Niat menjadi pembeda antara sebuah kebiasaan dengan ibadah yang bernilai pahala.

Ilustrasi bulan sabit dan lentera Islami رجب Sebuah ilustrasi bulan sabit dengan kaligrafi kata 'Rajab' di dalamnya, di sampingnya ada lentera kecil yang menyala, melambangkan cahaya dan spiritualitas di bulan suci Rajab.

Memahami lafal niat puasa Rajab, baik dalam bahasa Arab, tulisan latin, maupun artinya, menjadi sangat penting agar ibadah puasa yang kita jalankan menjadi sah dan diterima di sisi Allah SWT. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan niat puasa Rajab, mulai dari lafalnya, waktu yang tepat untuk mengucapkannya, hingga keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya.

Makna dan Kedudukan Niat dalam Ibadah

Sebelum kita membahas lafal spesifik untuk puasa Rajab, penting untuk merenungkan kembali kedudukan niat dalam Islam. Niat (النية) secara bahasa berarti kehendak atau maksud hati. Secara istilah, niat adalah tekad di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tanpa niat, sebuah amalan hanya akan menjadi aktivitas fisik tanpa nilai spiritual.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis yang sangat populer, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan."

Hadis ini menegaskan bahwa niat adalah ruh dari setiap ibadah. Ia adalah pembeda antara ibadah yang satu dengan yang lainnya (misalnya, membedakan antara puasa sunnah Rajab dengan puasa qadha Ramadhan), dan membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (misalnya, menahan lapar karena diet dengan menahan lapar karena puasa).

Oleh karena itu, meluruskan niat semata-mata karena Allah (ikhlas) adalah syarat mutlak diterimanya sebuah amalan. Saat kita berniat puasa Rajab, kita harus menanamkan dalam hati bahwa kita melakukannya untuk mencari ridha Allah, menghidupkan sunnah, dan meraih keutamaan di bulan yang mulia ini.

Lafal Niat Puasa Rajab dan Artinya

Niat sejatinya adalah amalan hati. Mengucapkannya dengan lisan (talaffuzh) menurut sebagian besar ulama mazhab Syafi'i hukumnya adalah sunnah, karena dapat membantu memantapkan apa yang ada di dalam hati. Berikut adalah lafal niat puasa Rajab yang bisa diucapkan pada malam hari sebelum terbit fajar.

1. Niat Puasa Rajab di Malam Hari

Waktu utama untuk berniat puasa, baik puasa wajib maupun sunnah, adalah pada malam hari, yaitu rentang waktu antara setelah terbenamnya matahari (Maghrib) hingga sebelum terbitnya fajar (Subuh). Ini disebut sebagai tabyitun niyah (menginapkan niat).

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i sunnati Rajaba lillāhi ta‘ālā.

Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah ta‘ālā."

Membedah Makna Lafal Niat

Untuk memahami lebih dalam, mari kita bedah setiap kata dalam lafal niat tersebut:

  • Nawaitu (نَوَيْتُ): Berarti "Aku berniat". Kata ini merupakan penegasan dari tekad yang ada di dalam hati. Ini adalah rukun utama dari niat itu sendiri.
  • Shauma (صَوْمَ): Berarti "puasa". Kata ini menjelaskan jenis ibadah yang akan dilakukan, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa.
  • Ghadin (غَدٍ): Berarti "esok hari". Ini menunjukkan bahwa puasa akan dilaksanakan pada hari berikutnya, sesuai dengan anjuran untuk berniat di malam hari.
  • 'An adā’i (عَنْ أَدَاءِ): Berarti "untuk menunaikan". Frasa ini menegaskan bahwa puasa yang dilakukan adalah puasa tunai, bukan puasa qadha (ganti).
  • Sunnati Rajaba (سُنَّةِ رَجَبَ): Berarti "sunnah Rajab". Bagian ini secara spesifik menyebutkan jenis puasa sunnah yang dikerjakan, yaitu puasa yang dianjurkan di bulan Rajab. Ini yang membedakannya dari puasa sunnah lainnya.
  • Lillāhi ta‘ālā (لِلهِ تَعَالَى): Berarti "karena Allah ta‘ālā (Yang Maha Tinggi)". Ini adalah puncak dari niat, yaitu menegaskan keikhlasan bahwa seluruh ibadah ini dipersembahkan semata-mata untuk Allah, bukan karena riya' (pamer) atau tujuan duniawi lainnya.

2. Niat Puasa Rajab di Siang Hari

Salah satu kemudahan dalam pelaksanaan puasa sunnah adalah diperbolehkannya berniat pada siang hari. Hal ini berlaku bagi seseorang yang belum makan, minum, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga waktu ia berniat. Batas waktu untuk berniat di siang hari adalah sebelum tergelincirnya matahari (waktu zuhur).

Kemudahan ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata:

"Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, 'Apakah engkau punya sesuatu (untuk dimakan)?' Kami menjawab, 'Tidak.' Beliau lalu bersabda, 'Kalau begitu, aku berpuasa.' " (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah berniat puasa sunnah setelah fajar menyingsing. Oleh karena itu, jika Anda terbangun dan belum sarapan, lalu terbesit keinginan untuk berpuasa Rajab, Anda bisa langsung berniat saat itu juga.

Berikut adalah lafal niat yang bisa diucapkan di siang hari:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hādzal yaumi ‘an adā’i sunnati Rajaba lillāhi ta‘ālā.

Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Rajab hari ini karena Allah ta‘ālā."

Perbedaan utama dari niat malam hari adalah penggunaan kata "hādzal yaumi" (هَذَا اليَوْمِ) yang berarti "hari ini", menggantikan kata "ghadin" (esok hari). Meskipun pahala puasa yang dihitung mungkin dimulai dari saat ia berniat, ini tetap dianggap sebagai satu hari puasa yang sah dan insya Allah mendapatkan keutamaannya.

Hukum dan Keutamaan Puasa di Bulan Rajab

Hukum dasar melaksanakan puasa di bulan Rajab adalah sunnah atau dianjurkan. Anjuran ini tidak didasarkan pada satu hadis khusus yang memerintahkan "puasa Rajab", melainkan bersumber dari anjuran umum untuk memperbanyak puasa di bulan-bulan haram (suci), dan Rajab adalah salah satunya.

Dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an tentang kemuliaan empat bulan haram:

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu..." (QS. At-Taubah: 36)

Para ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa berbuat kebaikan di bulan-bulan ini pahalanya akan dilipatgandakan, dan berbuat maksiat dosanya juga akan lebih besar. Termasuk dalam perbuatan baik ini adalah berpuasa.

Meskipun terdapat beberapa hadis yang secara spesifik menyebutkan keutamaan puasa Rajab, sebagian besar ulama hadis mengklasifikasikannya sebagai hadis yang lemah (dha'if) atau bahkan palsu (maudhu'). Namun, ini tidak menafikan anjuran berpuasa di bulan Rajab. Para ulama berpegang pada dalil-dalil yang lebih umum tentang anjuran berpuasa di bulan haram.

Salah satu dalil yang sering dijadikan sandaran adalah hadis dari seorang sahabat dari kabilah Al-Bahili. Ia datang kepada Rasulullah, lalu datang lagi setahun kemudian dalam keadaan fisik yang berubah. Rasulullah bertanya kepadanya, dan ia menjawab bahwa ia terus berpuasa sejak bertemu Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda:

"Puasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah, puasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah, puasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah." (Beliau mengatakannya tiga kali sambil memberi isyarat dengan tiga jari beliau yang digenggam dan dilepaskan). (HR. Abu Dawud)

Hadis ini, meskipun ada perdebatan tentang kekuatannya, menunjukkan adanya anjuran untuk berpuasa (meski tidak terus-menerus) pada bulan-bulan haram, termasuk Rajab.

Manfaat Spiritual Puasa Rajab

Melaksanakan puasa di bulan Rajab memiliki banyak sekali manfaat spiritual, di antaranya:

  • Latihan dan Pemanasan Menuju Ramadhan: Bulan Rajab sering disebut sebagai bulan untuk "menanam", Sya'ban bulan untuk "menyiram", dan Ramadhan bulan untuk "memanen". Membiasakan diri berpuasa di bulan Rajab akan membuat tubuh dan jiwa lebih siap menyambut bulan suci Ramadhan.
  • Meningkatkan Ketakwaan: Puasa adalah salah satu ibadah paling efektif untuk meningkatkan ketakwaan. Dengan menahan hawa nafsu, kita belajar untuk lebih patuh pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
  • Mendapat Pahala yang Berlipat Ganda: Sebagaimana dijelaskan, amal baik di bulan haram dilipatgandakan pahalanya. Berpuasa di bulan Rajab adalah kesempatan emas untuk menabung pahala sebanyak-banyaknya.
  • Menghormati Bulan Allah: Rajab juga dikenal sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Dengan berpuasa dan memperbanyak ibadah, kita menunjukkan penghormatan kita terhadap bulan yang dimuliakan oleh Allah ini.

Menggabungkan Niat Puasa Rajab dengan Puasa Lain

Sebuah pertanyaan yang sering muncul adalah apakah boleh menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa sunnah lainnya, atau bahkan dengan puasa qadha Ramadhan. Para ulama memiliki beberapa pandangan mengenai hal ini.

1. Menggabungkan Puasa Rajab dengan Puasa Sunnah Lain

Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa sunnah lain seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan hijriah) adalah diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Seseorang bisa mendapatkan dua pahala sekaligus dengan satu amalan.

Misalnya, jika seseorang berpuasa pada hari Senin di bulan Rajab, ia bisa meniatkan dalam hatinya: "Aku berniat puasa sunnah Senin sekaligus puasa sunnah Rajab karena Allah ta'ala." Dengan demikian, ia berpotensi mendapatkan pahala puasa hari Senin dan pahala berpuasa di bulan haram (Rajab).

Ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa jika beberapa ibadah yang sejenis dan tujuannya sama berkumpul dalam satu waktu, maka satu amalan bisa mencakup semuanya.

2. Menggabungkan Puasa Rajab dengan Puasa Qadha Ramadhan

Masalah ini memiliki perbedaan pendapat di kalangan ulama. Terdapat dua pandangan utama:

  • Pandangan Pertama: Tidak Sah Digabungkan. Sebagian ulama berpendapat bahwa niat untuk ibadah wajib (seperti qadha Ramadhan) harus bersifat tunggal dan tidak boleh dicampur dengan niat ibadah sunnah. Puasa qadha adalah kewajiban yang harus ditunaikan, sementara puasa Rajab adalah anjuran. Mencampurkannya dianggap dapat merusak kemurnian niat dari ibadah wajib tersebut.
  • Pandangan Kedua: Sah, dan Mendapatkan Pahala Keduanya. Sebagian ulama lain, terutama dari kalangan mazhab Syafi'i, berpendapat bahwa menggabungkan niat qadha Ramadhan dengan puasa sunnah adalah sah. Dalam hal ini, niat utama adalah untuk mengqadha puasa Ramadhan. Pahala puasa sunnah (seperti puasa Rajab atau puasa Senin) akan didapatkan secara otomatis (taba'an) karena puasa tersebut dilakukan pada hari atau bulan yang memiliki keutamaan.

Sebagai contoh, seseorang yang memiliki utang puasa Ramadhan berpuasa pada hari Kamis di bulan Rajab dengan niat utama untuk membayar utang puasanya. Menurut pandangan kedua, puasanya sah sebagai qadha, dan ia juga insya Allah akan mendapatkan keutamaan berpuasa di hari Kamis dan keutamaan berpuasa di bulan Rajab.

Untuk kehati-hatian, cara terbaik adalah mendahulukan pelunasan utang puasa Ramadhan. Jika masih ada waktu dan kesempatan di bulan Rajab setelah utang lunas, barulah mengerjakan puasa sunnah Rajab secara khusus. Namun, jika waktu sempit, mengikuti pendapat yang memperbolehkan penggabungan bisa menjadi solusi.

Tata Cara Pelaksanaan Puasa Rajab

Pelaksanaan puasa Rajab sama seperti puasa pada umumnya. Tidak ada ritual khusus yang membedakannya. Berikut adalah rincian tata caranya dari sahur hingga berbuka.

1. Sahur

Makan sahur adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah." (HR. Bukhari dan Muslim). Dianjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur, yaitu mendekati waktu imsak atau sebelum adzan Subuh berkumandang.

2. Niat

Seperti yang telah dibahas, niat adalah rukun puasa. Letakkan niat di dalam hati pada malam hari atau paling lambat sebelum waktu zuhur jika belum melakukan hal yang membatalkan puasa.

3. Menahan Diri

Inti dari puasa adalah menahan diri (imsak) dari segala hal yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar (waktu Subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu Maghrib). Hal-hal yang membatalkan puasa antara lain:

  • Makan dan minum dengan sengaja.
  • Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka (seperti mulut, hidung) dengan sengaja.
  • Muntah dengan sengaja.
  • Berhubungan suami istri di siang hari.
  • Keluarnya darah haid atau nifas bagi wanita.

4. Memperbanyak Amal Kebaikan

Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa. Selama berpuasa, perbanyaklah amalan-amalan seperti:

  • Membaca dan mentadabburi Al-Qur'an.
  • Berzikir (tasbih, tahmid, tahlil, takbir) dan istighfar.
  • Memperbanyak doa, karena doa orang yang berpuasa adalah mustajab.
  • Bersedekah kepada yang membutuhkan.
  • Menjaga lisan dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dan berkata dusta.

5. Berbuka Puasa

Dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa ketika waktu Maghrib telah tiba. Sunnahnya adalah berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada maka dengan kurma kering (tamr), dan jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.

Jangan lupa membaca doa saat berbuka puasa. Berikut adalah doa yang masyhur:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruuqu, wa tsabatal ajru in syaa Allah.

Artinya: "Telah hilang dahaga, telah basah kerongkongan, dan semoga pahala tetap terlimpahkan, insya Allah." (HR. Abu Dawud)

Ada juga doa lain yang populer di masyarakat:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa'ala rizqika afthortu. Birrahmatika yaa arhamar roohimin.

Artinya: "Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih di antara para pengasih."

Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)

Berapa hari sebaiknya puasa Rajab dilaksanakan?

Tidak ada ketentuan jumlah hari yang spesifik. Seseorang bisa berpuasa satu hari, dua hari, tiga hari, atau lebih, sesuai dengan kemampuannya. Dianjurkan untuk tidak berpuasa sebulan penuh agar tidak menyerupai puasa Ramadhan, kecuali bagi mereka yang memang sudah terbiasa melakukan puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak).

Apakah boleh puasa Rajab di hari Jumat saja?

Terdapat hadis yang melarang mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa, kecuali jika diiringi dengan puasa sehari sebelum (Kamis) atau sesudahnya (Sabtu), atau jika bertepatan dengan kebiasaan puasa seseorang (seperti puasa Daud). Jadi, jika ingin berpuasa di hari Jumat pada bulan Rajab, lebih utama jika diiringi dengan puasa hari Kamis atau Sabtu.

Bagaimana jika saya lupa membaca niat puasa Rajab di malam hari?

Tidak masalah. Sebagaimana dijelaskan, untuk puasa sunnah, Anda bisa berniat di siang harinya selama Anda belum makan, minum, atau melakukan pembatal puasa lainnya sejak fajar. Batas waktunya adalah sebelum matahari tergelincir (waktu Zuhur).

Apa saja amalan lain yang dianjurkan di bulan Rajab selain puasa?

Bulan Rajab adalah kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah secara umum. Selain puasa, perbanyaklah shalat sunnah, sedekah, istighfar (memohon ampun), membaca Al-Qur'an, dan merenungi kebesaran Allah. Salah satu peristiwa agung yang diyakini terjadi di bulan Rajab adalah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, sehingga memperbanyak shalawat kepada beliau juga merupakan amalan yang sangat mulia.

Akhir kata, niat adalah pondasi dari amal. Dengan memahami makna dan lafal niat puasa Rajab, kita berharap ibadah yang kita lakukan menjadi lebih berkualitas, khusyuk, dan diterima di sisi Allah SWT. Mari manfaatkan bulan yang mulia ini untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mempersiapkan diri menyambut bulan Sya'ban dan Ramadhan.

🏠 Kembali ke Homepage