Memasuki bulan Muharram, umat Islam di seluruh dunia menyambut salah satu periode paling istimewa dalam kalender Hijriah. Bulan pertama ini bukan sekadar penanda awal tahun yang baru, tetapi juga merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci), di mana amalan kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Di antara amalan yang sangat dianjurkan pada bulan Muharram adalah puasa sunnah, khususnya puasa Tasu'a dan Asyura.
Puasa Tasu'a yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram dan puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram memiliki kedudukan yang sangat mulia. Keduanya menyimpan sejarah yang mendalam, keutamaan yang luar biasa, serta hikmah yang patut direnungkan oleh setiap Muslim. Artikel ini akan mengupas secara tuntas segala hal yang berkaitan dengan niat puasa Tasu'a dan Asyura, mulai dari sejarah, landasan dalil, lafal niat yang benar, hingga tata cara pelaksanaannya agar ibadah kita diterima di sisi Allah SWT.
Mengenal Puasa Asyura: Sejarah dan Keutamaannya yang Agung
Sebelum membahas niatnya, penting bagi kita untuk memahami akar sejarah dan kemuliaan dari puasa Asyura. Pengetahuan ini akan menambah kekhusyukan dan kesadaran kita saat menjalankannya, mengubahnya dari sekadar rutinitas menahan lapar dan dahaga menjadi sebuah ibadah yang penuh makna.
Sejarah Disyariatkannya Puasa Asyura
Kisah puasa Asyura terbentang jauh melintasi zaman, bahkan sebelum masa kenabian Muhammad SAW. Praktik berpuasa pada hari kesepuluh di bulan pertama sudah dikenal oleh berbagai kaum.
Kaum Quraisy di Makkah pada masa jahiliyah telah terbiasa berpuasa pada hari Asyura. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
"Dahulu orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah biasa berpuasa pada hari Asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa. Namun, setelah puasa Ramadan diwajibkan, beliau meninggalkan (perintah wajib) puasa Asyura. Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa, dan barangsiapa yang tidak mau, silakan meninggalkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Titik balik yang menjadi landasan utama syariat puasa Asyura bagi umat Islam terjadi ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah. Beliau mendapati kaum Yahudi di sana sedang melaksanakan puasa pada hari tersebut. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan:
"Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya, 'Hari apa ini (sehingga kalian berpuasa)?' Mereka menjawab, 'Ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan Fir'aun dan tentaranya. Maka, Musa berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah, dan kami pun mengikutinya.' Lalu Nabi bersabda, 'Kami lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.' Akhirnya, beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari riwayat ini, kita dapat memahami bahwa esensi puasa Asyura dalam Islam adalah untuk mensyukuri nikmat agung Allah SWT yang telah menyelamatkan Nabi Musa 'alaihissalam dan Bani Israil dari kekejaman Fir'aun. Ini adalah perayaan kemenangan kebenaran atas kebatilan, tauhid atas kesyirikan. Dengan berpuasa, umat Islam turut merasakan dan mensyukuri peristiwa besar tersebut, sekaligus menegaskan ikatan akidah yang sama dengan para nabi terdahulu.
Keutamaan Luar Biasa Puasa Asyura
Keistimewaan puasa Asyura terletak pada ganjaran yang Allah janjikan bagi mereka yang melaksanakannya. Keutamaan utamanya, yang menjadi motivasi terbesar bagi kaum muslimin, adalah penghapusan dosa. Dalam sebuah hadis yang sangat masyhur, Rasulullah SAW bersabda:
"Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. Dan puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya." (HR. Muslim)
Subhanallah, sebuah amalan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari mampu menjadi penebus dosa selama satu tahun penuh. Ini adalah bentuk kasih sayang dan kemurahan Allah yang tak terhingga kepada hamba-Nya. Para ulama menjelaskan bahwa dosa-dosa yang dihapuskan adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar, ia memerlukan taubat nasuha yang tulus, yaitu menyesali perbuatan, berhenti melakukannya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Meskipun demikian, ini tidak mengurangi sedikit pun kemuliaan puasa Asyura. Sebab, manusia tidak pernah luput dari dosa-dosa kecil dalam kesehariannya, baik yang disadari maupun tidak. Dosa dari lisan yang tak terjaga, pandangan yang khilaf, atau prasangka buruk dalam hati. Puasa Asyura datang sebagai pembersih tahunan yang membersihkan catatan amal kita dari noda-noda tersebut, sehingga kita bisa memulai lembaran baru dengan lebih bersih di hadapan Allah.
Mengenal Puasa Tasu'a: Pelengkap Kesempurnaan Ibadah
Meskipun puasa Asyura (10 Muharram) adalah inti dari amalan ini, Rasulullah SAW pada akhir hayatnya memberikan sebuah petunjuk untuk menyempurnakannya, yaitu dengan menambahkan puasa pada hari sebelumnya, yang dikenal sebagai puasa Tasu'a (9 Muharram).
Latar Belakang dan Hikmah Disyariatkannya Puasa Tasu'a
Anjuran untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram muncul dari keinginan kuat Nabi Muhammad SAW untuk membedakan syariat Islam dari tradisi ibadah kaum lainnya, dalam hal ini kaum Yahudi. Prinsip ini dikenal sebagai mukhalafah, yaitu menyelisihi atau berbeda dengan kaum non-muslim dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
"Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah bersabda, 'Jika aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (juga).'" (HR. Muslim)
Sayangnya, Rasulullah SAW wafat sebelum sempat melaksanakannya di tahun berikutnya. Namun, tekad dan ucapan beliau ini menjadi sunnah yang sangat dianjurkan bagi umatnya. Dari sinilah anjuran kuat untuk melaksanakan puasa Tasu'a berasal.
Hikmah di balik anjuran ini sangatlah dalam:
- Menyelisihi Ahli Kitab: Ini adalah hikmah utama. Dengan berpuasa pada tanggal 9 dan 10, umat Islam menunjukkan identitas syariatnya yang mandiri dan berbeda, meskipun akar sejarahnya bersinggungan.
- Sikap Kehati-hatian: Berpuasa pada hari kesembilan berfungsi sebagai tindakan preventif. Ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam penentuan awal bulan Muharram. Dengan berpuasa dua hari, yaitu tanggal 9 dan 10, seorang Muslim akan lebih yakin bahwa ia tidak akan melewatkan keutamaan puasa Asyura yang sebenarnya.
- Menyambung Ibadah: Sebagian ulama menganalogikan puasa Tasu'a dan Asyura seperti shalat sunnah rawatib yang mengiringi shalat fardhu. Puasa Tasu'a menjadi semacam "pemanasan" atau pembuka bagi puasa Asyura, sehingga ibadah menjadi lebih sempurna dan tidak terputus.
Lafal Niat Puasa Tasu'a dan Asyura: Panduan Lengkap dan Benar
Setelah memahami landasan dan keutamaannya, kini kita sampai pada inti pembahasan, yaitu niat. Niat adalah rukun utama dalam setiap ibadah. Ia adalah pembeda antara sebuah kebiasaan dengan ibadah, antara perbuatan yang bernilai pahala dengan yang sia-sia.
Pentingnya Niat dalam Berpuasa
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang menjadi pilar ajaran Islam:
"Sesungguhnya setiap amalan bergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Niat tempatnya di dalam hati. Melafalkannya dengan lisan hukumnya sunnah menurut sebagian ulama, karena dianggap dapat membantu memantapkan niat di dalam hati. Yang terpenting adalah adanya kehendak dan kesadaran di dalam hati bahwa kita akan melaksanakan puasa sunnah Tasu'a atau Asyura semata-mata karena Allah SWT.
Waktu yang Tepat untuk Berniat
Untuk puasa sunnah, terdapat kelonggaran dalam hal waktu berniat. Berbeda dengan puasa wajib (seperti Ramadan) yang niatnya harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar, niat puasa sunnah boleh dilakukan pada pagi hari atau siang hari, dengan syarat:
- Orang tersebut belum makan, minum, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit fajar.
- Niat dilakukan sebelum waktu zawal (tergelincirnya matahari di tengah hari).
Meskipun demikian, yang lebih utama (afdal) adalah berniat pada malam hari sebelum tidur atau setelah sahur untuk menunjukkan kesungguhan dan persiapan kita dalam beribadah.
Lafal Niat Puasa Tasu'a (9 Muharram)
Berikut adalah lafal niat yang bisa diucapkan untuk puasa Tasu'a. Ingatlah bahwa yang paling utama adalah niat di dalam hati.
نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوعَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Taasuu'aa-a lilaahi ta'aalaa.
"Saya niat puasa Tasu'a karena Allah Ta'ala."
Lafal Niat Puasa Asyura (10 Muharram)
Berikut adalah lafal niat yang bisa diucapkan untuk puasa Asyura, puasa yang memiliki keutamaan menghapus dosa setahun yang lalu.
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma 'Aasyuuraa-a lilaahi ta'aalaa.
"Saya niat puasa Asyura karena Allah Ta'ala."
Tata Cara dan Adab Pelaksanaan Puasa
Pelaksanaan puasa Tasu'a dan Asyura pada dasarnya sama seperti puasa pada umumnya, yaitu menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun, ada beberapa adab dan amalan yang dapat menyempurnakan ibadah kita.
1. Makan Sahur
Sahur adalah keberkahan. Jangan pernah melewatkannya meskipun hanya dengan seteguk air. Rasulullah SAW bersabda, "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah." (HR. Bukhari dan Muslim). Dianjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur, yaitu mendekati waktu imsak atau azan Subuh.
2. Menjaga Diri dari Perbuatan Sia-sia
Hakikat puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa dan sia-sia. Jagalah lisan dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dan berkata dusta. Tundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Hindari perdebatan yang tidak bermanfaat dan perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa.
3. Memperbanyak Amalan Saleh
Gunakan waktu berpuasa untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perbanyaklah membaca Al-Qur'an, berzikir (tasbih, tahmid, tahlil, takbir), berselawat kepada Nabi, dan berdoa. Waktu-waktu mustajab seperti saat berpuasa dan menjelang berbuka adalah momen emas untuk memanjatkan hajat dan permohonan ampun kepada Allah.
4. Meningkatkan Sedekah dan Kebaikan
Bulan Muharram, khususnya hari Asyura, adalah waktu yang baik untuk memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sesama. Salah satu amalan yang dianjurkan adalah memberikan kelapangan atau keleluasaan rezeki kepada keluarga. Terdapat riwayat yang menyebutkan, "Barangsiapa yang melapangkan (rezeki) untuk keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun itu." Meskipun status hadis ini diperbincangkan, maknanya selaras dengan anjuran umum untuk berbuat baik dan bersedekah.
5. Menyegerakan Berbuka
Ketika waktu Magrib tiba, segerakanlah untuk berbuka. Ini adalah sunnah yang dicintai Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari dan Muslim). Awali dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada maka kurma kering (tamr), dan jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.
Jangan lupa membaca doa berbuka puasa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Dzahabazh zhoma'u wabtallatil 'uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah.
"Telah hilang rasa haus, telah basah kerongkongan, dan semoga pahala tetap terlimpahkan, insya Allah."
Pertanyaan yang Sering Muncul Seputar Puasa Tasu'a dan Asyura
Berikut adalah beberapa jawaban atas pertanyaan umum yang mungkin muncul terkait pelaksanaan puasa sunnah di bulan Muharram ini.
Bolehkah hanya berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram) saja?
Ya, boleh dan sah. Seseorang yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja tetap akan mendapatkan keutamaan puasa Asyura, yaitu diampuni dosanya setahun yang lalu, insya Allah. Namun, tingkatan yang lebih sempurna dan lebih dianjurkan adalah dengan menambahkan puasa pada hari sebelumnya (tanggal 9 Muharram) untuk menyelisihi kaum Yahudi, sebagaimana niat Rasulullah SAW.
Para ulama menyebutkan beberapa tingkatan dalam melaksanakan puasa ini:
- Tingkatan paling sempurna: Berpuasa pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
- Tingkatan di bawahnya: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Ini yang paling sesuai dengan hadis.
- Tingkatan minimal: Berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja.
Bagaimana jika ingin menggabungkan niat puasa Asyura dengan puasa qadha (ganti) Ramadan?
Ini adalah masalah khilafiyah (terdapat perbedaan pendapat) di kalangan ulama.
- Pendapat pertama: Tidak boleh digabungkan. Ibadah yang memiliki tujuan spesifik masing-masing (seperti puasa Asyura dan puasa qadha Ramadan) harus dilakukan dengan niat terpisah. Puasa qadha adalah wajib, sedangkan puasa Asyura adalah sunnah. Keduanya harus dilakukan sendiri-sendiri untuk mendapatkan pahala masing-masing.
- Pendapat kedua: Boleh digabungkan. Seseorang bisa berniat puasa qadha Ramadan pada hari Asyura. Dengan begitu, kewajibannya untuk mengganti utang puasa terpenuhi, dan diharapkan ia juga akan mendapatkan keutamaan pahala puasa sunnah Asyura. Namun, niat utamanya tetap harus untuk puasa qadha.
Bagaimana jika saya baru mengetahui tentang puasa Asyura pada pagi harinya dan belum makan apa-apa?
Anda boleh langsung berniat dan berpuasa pada saat itu juga. Sebagaimana telah dijelaskan, niat puasa sunnah boleh dilakukan setelah terbit fajar selama Anda belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dan niat tersebut dilakukan sebelum waktu zawal (tengah hari). Ini adalah kemudahan dalam syariat Islam.
Apakah ada amalan khusus lainnya selain berpuasa di hari Asyura?
Amalan utama yang memiliki dalil yang kuat adalah berpuasa. Adapun amalan lain seperti bercelak, mandi, atau membuat makanan khusus tidak memiliki landasan dalil yang shahih dari Nabi Muhammad SAW. Praktik-praktik tersebut seringkali dikaitkan dengan tradisi yang muncul di kemudian hari. Oleh karena itu, sebaiknya kita fokus pada amalan yang telah jelas tuntunannya, yaitu berpuasa, memperbanyak zikir, doa, sedekah, dan amalan kebaikan secara umum.
Kesimpulan: Meraih Ampunan di Awal Tahun
Puasa Tasu'a dan Asyura adalah hadiah istimewa dari Allah SWT bagi umat Islam. Ia bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan sebuah ibadah yang sarat dengan nilai sejarah, spiritualitas, dan keutamaan yang agung. Dengan memahami niat yang benar, sejarah yang melatarbelakanginya, serta adab pelaksanaannya, kita dapat menjalankan ibadah ini dengan lebih khusyuk dan penuh pengharapan.
Mari kita manfaatkan kesempatan emas di bulan Muharram ini untuk membersihkan diri dari dosa-dosa setahun yang telah berlalu. Dengan niat yang tulus karena Allah Ta'ala, semoga puasa yang kita jalankan diterima, dosa-dosa kita diampuni, dan kita dapat memulai sisa tahun dengan lembaran yang lebih bersih dan semangat baru untuk menjadi hamba yang lebih baik.