Surat Al-Waqiah: Latin, Terjemahan, dan Kandungannya
Surat Al-Waqiah adalah surat ke-56 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 96 ayat. Diturunkan di Makkah (Makkiyah), surat ini memiliki nama yang berarti "Hari Kiamat". Fokus utamanya adalah menggambarkan peristiwa dahsyat di hari akhir, membagi manusia menjadi tiga golongan berdasarkan amal perbuatan mereka, serta menyajikan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT di alam semesta sebagai penegasan akan keniscayaan hari kebangkitan.
Pengantar Mengenai Surat Al-Waqiah
Al-Waqiah, sebuah nama yang sarat akan makna kepastian. Surat ini membawa pesan yang sangat kuat dan fundamental dalam akidah Islam, yaitu keyakinan akan hari akhir. Tidak seperti surat lain yang mungkin menyentuh tema kiamat secara parsial, Al-Waqiah membukanya dengan sebuah penegasan yang tidak menyisakan ruang untuk keraguan: "Apabila terjadi hari Kiamat, tidak ada seorang pun yang dapat mendustakan kejadiannya."
Surat ini diturunkan pada periode awal dakwah di Makkah, di mana penolakan terhadap konsep hari kebangkitan, surga, dan neraka masih sangat kental di kalangan kaum kafir Quraisy. Mereka menganggap bahwa kehidupan hanya terbatas di dunia ini. Oleh karena itu, Al-Waqiah hadir sebagai jawaban yang lugas, detail, dan menggugah. Ia tidak hanya menyatakan bahwa kiamat itu pasti terjadi, tetapi juga melukiskan dengan sangat jelas apa yang akan terjadi setelahnya.
Struktur surat ini sangat sistematis. Dimulai dengan guncangan kiamat itu sendiri, kemudian langsung mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan: golongan kanan (Ashabul Yamin), golongan kiri (Ashabul Syimal), dan golongan yang paling dahulu beriman (As-Sabiqun). Penggambaran nasib masing-masing golongan disajikan dengan kontras yang tajam. Kenikmatan surga bagi golongan kanan dan As-Sabiqun dideskripsikan dengan detail yang membangkitkan kerinduan, sementara azab neraka bagi golongan kiri digambarkan dengan kengerian yang menanamkan rasa takut.
Setelah memaparkan balasan di akhirat, surat ini beralih ke argumentasi rasional. Allah SWT mengajak manusia untuk merenungkan bukti-bukti kekuasaan-Nya yang terhampar dalam kehidupan sehari-hari: proses penciptaan manusia dari air mani, tumbuhnya tanaman dari benih yang ditanam, air minum yang menyegarkan, hingga api yang dihidupkan. Semua ini adalah tanda-tanda yang seharusnya cukup bagi akal yang sehat untuk meyakini bahwa Tuhan yang mampu menciptakan semua itu dari ketiadaan, tentu lebih mampu untuk membangkitkan manusia setelah kematian.
Di akhir surat, Al-Waqiah kembali menegaskan tentang momen sakaratul maut, sebuah gerbang menuju kehidupan abadi, dan diakhiri dengan penegasan kembali mengenai tiga golongan tersebut, seolah menjadi sebuah kesimpulan yang mengikat seluruh isi surat. Surat ini bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah perjalanan visual dan spiritual yang membawa pembacanya melintasi batas dunia menuju realitas akhirat.
Bacaan Surat Al Waqiah Latin dan Terjemahannya (Ayat 1-96)
1.
اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ
Iżā waqa‘atil-wāqi‘ah(tu).
Apabila terjadi hari Kiamat,
2.
لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ۘ
Laisa liwaq‘atihā kāżibah(tun).
terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).
3.
خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۙ
Khāfiḍatur rāfi‘ah(tun).
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).
4.
اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّا ۙ
Iżā rujjatil-arḍu rajjā(n).
Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,
5.
وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا ۙ
Wa bussatil-jibālu bassā(n).
dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya,
6.
فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّا ۙ
Fakānat habā'am mumbaṡṡā(n).
maka jadilah ia debu yang beterbangan,
7.
وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةً ۗ
Wa kuntum azwājan ṡalāṡah(tan).
dan kamu menjadi tiga golongan.
8.
فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ
Fa aṣḥābul-maimanati mā aṣḥābul-maimanah(ti).
Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.
9.
وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ۗ
Wa aṣḥābul-masy'amati mā aṣḥābul-masy'amah(ti).
Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
10.
وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ
Was-sābiqūnas-sābiqūn(a).
Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).
11.
اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَ ۚ
Ulā'ikal-muqarrabūn(a).
Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).
12.
فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
Fī jannātin-na‘īm(i).
Berada dalam surga kenikmatan.
13.
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ
Ṡullatum minal-awwalīn(a).
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
14.
وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۙ
Wa qalīlum minal-ākhirīn(a).
dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
15.
عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ
‘Alā sururim mauḍūnah(tin).
Mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas dan permata,
16.
مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ
Muttaki'īna ‘alaihā mutaqābilīn(a).
mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan.
17.
يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ
Yaṭūfu ‘alaihim wildānum mukhalladūn(a).
Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
18.
بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ
Bi'akwābiw wa abārīqa wa ka'sim mim ma‘īn(in).
dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,
19.
لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ
Lā yuṣadda‘ūna ‘anhā wa lā yunzifūn(a).
mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
20.
وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ
Wa fākihatim mimmā yatakhayyarūn(a).
dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
21.
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ
Wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahūn(a).
dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
22.
وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ
Wa ḥūrun ‘īn(un).
Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,
23.
كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ
Ka'amṡālil-lu'lu'il-maknūn(i).
laksana mutiara yang tersimpan baik.
24.
جَزَاۤءً ۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Jazā'am bimā kānū ya‘malūn(a).
Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
25.
لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ
Lā yasma‘ūna fīhā lagwaw wa lā ta'ṡīmā(n).
Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,
26.
اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا
Illā qīlan salāman salāmā(n).
tetapi mereka mendengar ucapan salam.
27.
وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِينِۗ
Wa aṣḥābul-yamīni mā aṣḥābul-yamīn(i).
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
28.
فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ
Fī sidrim makhḍūd(in).
(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,
29.
وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ
Wa ṭalḥim manḍūd(in).
dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
30.
وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ
Wa ẓillim mamdūd(in).
dan naungan yang terbentang luas,
31.
وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ
Wa mā'im maskūb(in).
dan air yang tercurah,
32.
وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ
Wa fākihah(tin) kaṡīrah(tin).
dan buah-buahan yang banyak,
33.
لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ
Lā maqṭū‘atiw wa lā mamnū‘ah(tin).
yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,
34.
وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ
Wa furusyim marfū‘ah(tin).
dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
35.
اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ
Innā ansya'nāhunna insyā'ā(n).
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
36.
فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ
Faja‘alnāhunna abkārā(n).
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,
37.
عُرُبًا اَتْرَابًاۙ
‘Uruban atrābā(n).
penuh cinta lagi sebaya umurnya,
38.
لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ ࣖ
Li'aṣḥābil-yamīn(i).
(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,
39.
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ
Ṡullatum minal-awwalīn(a).
segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
40.
وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ
Wa ṡullatum minal-ākhirīn(a).
dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.
41.
وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ
Wa aṣḥābusy-syimāli mā aṣḥābusy-syimāl(i).
Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
42.
فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ
Fī samūmiw wa ḥamīm(in).
(Mereka) dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang mendidih,
43.
وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ
Wa ẓillim miy yaḥmūm(in).
dan dalam naungan asap yang hitam.
44.
لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ
Lā bāridiw wa lā karīm(in).
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
45.
اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ
Innahum kānū qabla żālika mutrafīn(a).
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.
46.
وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ
Wa kānū yuṣirrūna ‘alal-ḥinṡil-‘aẓīm(i).
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
47.
وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ
Wa kānū yaqūlūn(a), a'iżā mitnā wa kunnā turābaw wa ‘iẓāman a'innā lamab‘ūṡūn(a).
Dan mereka selalu mengatakan, "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?
48.
اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ
Awa ābā'unal-awwalūn(a).
apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?"
49.
قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ
Qul innal-awwalīna wal-ākhirīn(a).
Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,
50.
لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ
Lamajmū‘ūna ilā mīqāti yaumim ma‘lūm(in).
benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.
51.
ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ
Ṡumma innakum ayyuhaḍ-ḍāllūnal-mukażżibūn(a).
Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
52.
لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ
La'ākilūna min syajarim min zaqqūm(in).
benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
53.
فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۙ
Famāli'ūna minhal-buṭūn(a).
maka akan penuh perutmu dengannya.
54.
فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ
Fasyāribūna ‘alaihi minal-ḥamīm(i).
Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
55.
فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ
Fasyāribūna syurbal-hīm(i).
Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
56.
هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ
Hāżā nuzuluhum yaumad-dīn(i).
Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan."
57.
نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ
Naḥnu khalaqnākum falaulā tuṣaddiqūn(a).
Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?
58.
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ
Afara'aitum mā tumnūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
59.
ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخٰلِقُوْنَ
A'antum takhluqūnahū am naḥnul-khāliqūn(a).
Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?
60.
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ
Naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbūqīn(a).
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,
61.
عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
‘Alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi'akum fī mā lā ta‘lamūn(a).
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
62.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ
Wa laqad ‘alimtumun-nasy'atal-ūlā falaulā tażakkarūn(a).
Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?
63.
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ
Afara'aitum mā taḥruṡūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam?
64.
ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ
A'antum tazra‘ūnahū am naḥnuz-zāri‘ūn(a).
Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?
65.
لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَ
Lau nasyā'u laja‘alnāhu huṭāman faẓaltum tafakkahūn(a).
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran tercengang.
66.
اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ
Innā lamugramūn(a).
(sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,
67.
بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ
Bal naḥnu maḥrūmūn(a).
bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa."
68.
اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ
Afara'aitumul-mā'al-lażī tasyrabūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
69.
ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ
A'antum anzaltumūhu minal-muzni am naḥnul-munzilūn(a).
Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya?
70.
لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ
Lau nasyā'u ja‘alnāhu ujājan falaulā tasykurūn(a).
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?
71.
اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ
Afara'aitumun-nāral-latī tūrūn(a).
Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.
72.
ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ
A'antum ansya'tum syajaratahā am naḥnul-munsyi'ūn(a).
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?
73.
نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ
Naḥnu ja‘alnāhā tażkirataw wa matā‘al lil-muqwīn(a).
Kami menjadikannya untuk peringatan dan untuk kegunaan bagi orang-orang yang musafir.
74.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fasabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Besar.
75.
فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ
Falā uqsimu bimawāqi‘in-nujūm(i).
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
76.
وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ
Wa innahū laqasamul lau ta‘lamūna ‘aẓīm(un).
Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui,
77.
اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ
Innahū laqur'ānun karīm(un).
sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
78.
فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ
Fī kitābim maknūn(in).
pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),
79.
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
Lā yamassuhū illal-muṭahharūn(a).
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
80.
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Tanzīlum mir rabbil-‘ālamīn(a).
Diturunkan dari Tuhan semesta alam.
81.
اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ
Afabihāżal-ḥadīṡi antum mudhinūn(a).
Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?
82.
وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ
Wa taj‘alūna rizqakum annakum tukażżibūn(a).
kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).
83.
فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ
Falaulā iżā balagatil-ḥulqūm(a).
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
84.
وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ
Wa antum ḥīna'iżin tanẓurūn(a).
padahal kamu ketika itu melihat,
85.
وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ
Wa naḥnu aqrabu ilaihi minkum wa lākil lā tubṣirūn(a).
dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,
86.
فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ
Falaulā in kuntum gaira madīnīn(a).
maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?
87.
تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Tarji‘ūnahā in kuntum ṣādiqīn(a).
Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
88.
فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ
Fa'ammā in kāna minal-muqarrabīn(a).
adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),
89.
فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ
Faraḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na‘īm(in).
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.
90.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ
Wa ammā in kāna min aṣḥābil-yamīn(i).
Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,
91.
فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ
Fasalāmul laka min aṣḥābil-yamīn(i).
maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
92.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ
Wa ammā in kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn(a).
Dan adapun jika dia termasuk orang-orang yang mendustakan lagi sesat,
93.
فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ
Fanuzulum min ḥamīm(in).
maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,
94.
وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ
Wa taṣliyatu jaḥīm(in).
dan dibakar di dalam neraka.
95.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ
Inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn(i).
Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.
96.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fasabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.
Kandungan dan Tafsir Ringkas Surat Al-Waqiah
Memahami Surat Al-Waqiah tidak cukup hanya dengan membaca teks latin dan terjemahannya. Menyelami kandungan maknanya akan membuka wawasan dan memperkuat keyakinan. Secara garis besar, surat ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian tematik yang saling terkait.
1. Penegasan Hari Kiamat dan Tiga Golongan Manusia (Ayat 1-12)
Bagian awal surat ini adalah deklarasi yang tegas. Ayat 1-6 melukiskan suasana kengerian di hari kiamat: bumi diguncang, gunung-gunung hancur menjadi debu. Peristiwa ini digambarkan sebagai "khāfiḍatur rāfi‘ah" (merendahkan dan meninggikan), sebuah metafora kuat bahwa status sosial, kekayaan, dan kekuasaan di dunia tidak akan berarti. Yang direndahkan adalah orang-orang sombong dan kafir, sementara yang ditinggikan adalah orang-orang beriman dan bertakwa.
Kemudian, pada ayat 7, manusia dibagi menjadi tiga golongan yang akan menjadi tema sentral surat ini:
- Ashabul Maimanah (Golongan Kanan): Mereka adalah orang-orang yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanan, simbol kebahagiaan dan keselamatan. Mereka adalah mayoritas orang-orang beriman.
- Ashabul Masy'amah (Golongan Kiri): Mereka adalah orang-orang yang menerima catatan amalnya dengan tangan kiri, simbol kesengsaraan dan penyesalan. Mereka adalah para pendusta dan orang-orang kafir.
- As-Sabiqun As-Sabiqun (Golongan yang Terdahulu): Mereka adalah garda terdepan dalam keimanan dan amal saleh. Mereka berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, sehingga menjadi yang paling dahulu masuk surga dan yang paling dekat (muqarrabun) dengan Allah SWT.
2. Kenikmatan Surga bagi As-Sabiqun dan Ashabul Yamin (Ayat 13-40)
Setelah memperkenalkan tiga golongan, Allah SWT merincikan balasan bagi mereka yang beruntung. Dimulai dengan As-Sabiqun (ayat 13-26), digambarkan kenikmatan surga yang luar biasa. Mereka bersandar di dipan bertahtakan permata, dilayani oleh pemuda-pemuda abadi, menikmati minuman dari sumber mata air surga yang tidak memabukkan, serta menyantap buah dan daging burung pilihan. Ditemani oleh bidadari-bidadari suci laksana mutiara, mereka hidup dalam suasana damai, tanpa mendengar perkataan sia-sia, hanya ucapan "salam".
Kemudian, surat ini beralih mendeskripsikan kenikmatan bagi Ashabul Yamin (ayat 27-40). Meskipun sama-sama di surga, deskripsinya sedikit berbeda untuk menunjukkan tingkatan. Mereka berada di antara pohon bidara tak berduri, pohon pisang yang buahnya bersusun, naungan yang luas, air yang mengalir, dan buah-buahan melimpah yang tak pernah habis. Mereka juga didampingi oleh pasangan-pasangan yang suci, penuh cinta, dan sebaya. Ayat ini memberikan harapan besar, karena disebutkan bahwa golongan ini terdiri dari banyak orang dari generasi terdahulu maupun generasi yang akan datang.
3. Azab Neraka bagi Ashabul Syimal (Ayat 41-56)
Sebagai kontras yang tajam, Allah melukiskan penderitaan Ashabul Syimal. Mereka berada dalam siksaan angin yang membakar (samum) dan air yang mendidih (hamim), serta naungan asap hitam pekat yang tidak sejuk dan tidak memberi kenyamanan. Dijelaskan bahwa penyebab mereka masuk neraka adalah karena semasa di dunia mereka hidup bermewah-mewah (mutrafin), lalai dari mengingat Allah, terus-menerus melakukan dosa besar, dan yang paling utama adalah mengingkari hari kebangkitan. Mereka akan memakan buah dari pohon Zaqqum yang pahit dan meminum air mendidih seperti unta yang kehausan. Ini adalah "hidangan" mereka pada hari pembalasan, sebuah ironi yang menyakitkan.
4. Bukti-Bukti Kekuasaan Allah di Alam Semesta (Ayat 57-74)
Setelah pemaparan surga dan neraka, Al-Qur'an menyajikan argumentasi logis untuk membantah keraguan kaum kafir. Allah mengajak manusia berpikir:
- Penciptaan Manusia: "Kamukah yang menciptakan (air mani itu) atau Kami?" Sebuah pertanyaan retoris yang menyadarkan bahwa manusia tidak punya andil dalam proses penciptaan dirinya sendiri. Zat yang mampu menciptakan dari setetes air hina tentu mampu membangkitkan kembali dari tulang belulang.
- Pertanian: "Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami?" Manusia hanya menanam, tetapi Allahlah yang menumbuhkan, memberi hujan, dan menyinari dengan matahari. Allah juga mampu menghancurkannya kapan saja.
- Air Minum: "Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kami?" Nikmat air tawar adalah anugerah murni dari Allah, yang jika Dia berkehendak, bisa saja dijadikan-Nya asin.
- Api: "Kamukah yang menciptakan kayunya atau Kami?" Api yang menjadi sumber energi dan kehidupan berasal dari pohon, yang juga ciptaan Allah.
Rentetan bukti ini bertujuan untuk menyadarkan manusia agar tidak kufur nikmat dan mengakui kekuasaan mutlak Allah SWT atas penciptaan, kehidupan, kematian, dan kebangkitan.
5. Kemuliaan dan Kesucian Al-Qur'an (Ayat 75-82)
Pada bagian ini, Allah bersumpah dengan "tempat beredarnya bintang-bintang", sebuah sumpah yang agung, untuk menegaskan kemuliaan Al-Qur'an. Dinyatakan bahwa Al-Qur'an adalah bacaan mulia yang tersimpan dalam kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), dan tidak ada yang menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan (para malaikat). Ini membantah tuduhan bahwa Al-Qur'an adalah sihir atau bisikan setan. Surat ini kemudian mencela orang-orang yang meremehkan Al-Qur'an dan mengganti rasa syukur atas rezeki dengan kedustaan.
6. Penutup: Realitas Kematian dan Penegasan Kembali Tiga Golongan (Ayat 83-96)
Surat ini ditutup dengan membawa pembaca pada momen paling personal dan pasti: sakaratul maut. Ketika nyawa sudah sampai di kerongkongan, tidak ada seorang pun, sekuat apa pun dia, yang bisa menahannya. Allah menegaskan bahwa Dia lebih dekat dengan orang yang sedang sekarat itu daripada keluarganya sendiri. Ini adalah bukti final ketidakberdayaan manusia di hadapan takdir Allah.
Akhirnya, surat ini kembali mengikat kesimpulannya pada tiga golongan yang diperkenalkan di awal. Jika yang meninggal termasuk muqarrabin, ia akan mendapat ketenteraman dan surga. Jika ia termasuk ashabul yamin, ia akan mendapat ucapan salam dan keselamatan. Namun, jika ia termasuk pendusta yang sesat, hidangannya adalah air mendidih dan neraka Jahim. Surat ditutup dengan perintah untuk bertasbih, mengagungkan nama Allah Yang Maha Besar, sebagai respons yang pantas setelah merenungi semua kebenaran ini.
Keutamaan dan Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah
Surat Al-Waqiah tidak hanya agung dari sisi kandungan maknanya, tetapi juga diyakini memiliki banyak keutamaan bagi siapa saja yang rutin membacanya. Keutamaan-keutamaan ini bersumber dari hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dan penafsiran para ulama, yang menjadikannya sebagai salah satu surat yang paling sering diamalkan oleh umat Islam.
1. Pelindung dari Kefakiran dan Kemiskinan
Keutamaan yang paling populer dari Surat Al-Waqiah adalah sebagai wasilah untuk membuka pintu rezeki dan menjauhkan dari kefakiran. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya."
Makna "kemiskinan" di sini perlu dipahami secara luas. Bukan hanya kemiskinan materi atau harta, tetapi juga kemiskinan jiwa. Dengan merutinkan Al-Waqiah, seseorang senantiasa diingatkan akan kekuasaan Allah sebagai Sang Maha Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq). Keyakinan ini menumbuhkan sifat qana'ah (merasa cukup) dan tawakal (berserah diri), sehingga hatinya menjadi kaya dan tidak mudah berkeluh kesah. Ia yakin bahwa rezekinya telah dijamin, sehingga ia fokus untuk berusaha dan beribadah tanpa dihantui rasa takut akan kekurangan. Tentu saja, ini harus diiringi dengan ikhtiar atau usaha yang halal, karena Islam mengajarkan keseimbangan antara doa dan kerja keras.
2. Pengingat Kuat akan Hari Akhirat
Dunia seringkali melenakan. Kesibukan, ambisi, dan gemerlap materi bisa membuat manusia lupa akan tujuan akhirnya. Membaca Surat Al-Waqiah setiap hari berfungsi sebagai "alarm" spiritual. Deskripsi yang begitu hidup tentang kiamat, surga, dan neraka akan terus membekas di dalam benak. Hal ini membantu seseorang untuk senantiasa mawas diri dalam setiap tindakan. Sebelum berbuat dosa, ia akan teringat pada nasib Ashabul Syimal. Ketika merasa malas beribadah, ia akan termotivasi oleh gambaran kenikmatan Ashabul Yamin dan As-Sabiqun. Dengan demikian, surat ini menjadi benteng moral yang menjaga seseorang dari ketergelinciran.
3. Memperkuat Iman dan Tauhid
Rangkaian ayat yang membuktikan kekuasaan Allah (ayat 57-74) adalah bagian yang sangat kuat untuk memperteguh iman. Ketika seseorang membaca dan merenungkan bagaimana Allah menciptakan manusia, menumbuhkan tanaman, menurunkan hujan, dan menciptakan api, ia akan merasakan keagungan Allah secara mendalam. Keraguan akan hari kebangkitan akan sirna, karena logika sederhana menyatakan bahwa Zat yang mampu memulai penciptaan tentu lebih mudah untuk mengulanginya. Ini adalah fondasi tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala aspek-Nya, termasuk dalam penciptaan dan pemeliharaan alam semesta.
4. Sumber Ketenangan Batin
Kehidupan modern penuh dengan tekanan dan kecemasan. Surat Al-Waqiah menawarkan ketenangan. Dengan membaca tentang balasan surga yang penuh kedamaian ("salāman salāmā"), hati menjadi rindu dan tenteram. Dengan menyadari bahwa semua urusan dunia akan berakhir dan yang tersisa hanyalah pertanggungjawaban di hadapan Allah, beban-beban duniawi terasa lebih ringan. Seseorang belajar untuk melepaskan keterikatan yang berlebihan pada dunia dan memasrahkan segala urusannya kepada Sang Pencipta.
5. Dikenal sebagai Surat Kekayaan
Para ulama salaf sering menyebut Surat Al-Waqiah sebagai "Surat al-Ghina" atau Surat Kekayaan. Abdullah bin Mas'ud, seorang sahabat Nabi, sangat menganjurkan anak-anak perempuannya untuk membaca surat ini setiap malam. Ketika beliau sakit menjelang wafat dan ditawari bantuan materi oleh Khalifah Utsman bin Affan, beliau menolaknya dan berkata bahwa beliau telah meninggalkan sesuatu yang akan mencukupi mereka, yaitu Surat Al-Waqiah. Kisah ini menunjukkan betapa dalamnya keyakinan para sahabat akan keberkahan surat ini. Kekayaan yang dimaksud adalah kekayaan hakiki, yaitu kekayaan hati, kecukupan, dan keberkahan rezeki dari Allah SWT.
Penutup: Merenungi Al-Waqiah dalam Kehidupan
Surat Al-Waqiah adalah sebuah cermin besar yang diletakkan di hadapan kita. Di dalamnya, kita dapat melihat potret masa depan yang pasti akan datang. Ia mengajak kita untuk bertanya pada diri sendiri: Di golongan manakah kita ingin berada? Apakah kita sedang meniti jalan Ashabul Yamin, berlomba-lomba untuk menjadi As-Sabiqun, atau jangan-jangan, tanpa sadar kita sedang terperosok ke dalam kebiasaan Ashabul Syimal?
Membaca surat ini dengan lisan adalah langkah awal yang baik. Namun, tujuannya adalah agar pesan-pesannya meresap ke dalam hati dan terwujud dalam perbuatan. Setiap ayat tentang nikmat surga seharusnya menjadi pupuk yang menyuburkan semangat kita untuk beramal saleh. Setiap ayat tentang azab neraka seharusnya menjadi cambuk yang membangunkan kita dari kelalaian. Dan setiap ayat tentang kekuasaan Allah di alam semesta seharusnya menjadi sumber rasa syukur yang tak terhingga.
Jadikanlah Surat Al-Waqiah sebagai sahabat harian. Bacalah di keheningan malam, renungkan maknanya, dan biarkan ia membentuk cara pandang kita terhadap dunia, rezeki, dan kehidupan setelah mati. Dengan begitu, insya Allah, kita tidak hanya akan terhindar dari kefakiran dunia, tetapi yang lebih penting, kita akan meraih kekayaan abadi di akhirat kelak.